I.
PENDAHULUAN
Secara naluriah, manusia selalu berusaha menyandarkan hasrat
kehidupannya kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan absolut. Hal ini
bisa terlihat dalam rentangan sejarah kehidupan mamnusia, baik pada zaman
klasik sampai kepada kondisi kekinian. Pada zaman klasik, manusia banyak
menyandarkan keyakinannya kepada benda-benda yang dinggap sakti, keramat dan
lain sebagainya.[1]
Pada zaman modern, dikarenakan rasionalitas manusia sudah mengalami kemajuan,
kepercayaan seperti ini sudah tidak begitu kental berada ditengah-tengah
masyarakat. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa tanpa adanya ajaran agama
langit yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat, mereka akan berusaha
membentuk sebuah keyakinan berdasarkan kemampuan, pengalaman dan ilmu yang
mereka miliki.
Era modern ini juga ditandai dengan kemajuan di segala
bidang pada kenyataanya malah memanjakan manusia. Kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan membuat manusia menjadi malas dan tidak sehat. Padahal di sisi
kehidupan manusia yang tidak bisa di gantikan dengan mesin. Manusia menjadi
terasing dengan dunianya sendiri, sehingga manusia kehilangan eksistensinya
sebagai manusia yang multi dimensi.[2]
Selama ini manusia modern mementingkan dimensi materialnya
daripada spiritualnya. Materi ini dijadikan segalanya dalam kehidupan manusia.
Bahkan segala sesuatu seperti kebahagiaan dan kesuksesan hidup yang sebenarnya
lebih terkait dengan psikologi kehidupan pun juga diukur materialistik.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
hubungan tasawuf dan psikologi?
B. Apa
problem-problem psikologis di era modernitas?
C. Bagaimana
peran tasawuf dalam mengahdapi problem psikologis di era modernitas?
III.
PEMBAHASAN
A.
Hubungan
Tasawuf dan Psikologi
1.
Definisi
Tasawuf
Sebagai
salah satu disiplin ilmu, tasawuf merupakan bidang yang oleh sementara kalangan
dianggap sebagai disiplin yang ada pada wilayah yang berbeda dengan ilmu
pengetahuan pada umumnya.
Secara
etimologi arti kata Tasawuf memiliki bermacam perkiraan asal kata. Diantaranya,
ada yang mengatakan tasawuf berasal dari bahasa Yunani yaitu sophos
yang memiliki pengertian Hikmat. Ada juga yang mengatakan bahwa tasawuf
itu berasal dari bahasa Arab dengan berbagai macam pandangan pula. Diantaranya
al-Suffah (ahl al-Suffah) orang yang
ikut bersama Nabi pindah dari kota Mekka ke Madinah, saf (barisan), sufi
(suci), dan suf (kain wol). Kata ahl as-Suffah misalnya, menggambarkan
keadaan yang rela mencurahkan jiwa dan raga, tenaga, harta dan sebagainya hanya
untuk Allah.[3]
Adapun pengertian tasawuf secara
terminologi: upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan
dirinya dari berbagai pengaruh kehidupan dunia sehingga mencerminkan akhlak
yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dalam bahasa yang lebih sederhana,
tasawuf dapat diartikan sebagai bidang kegiatan yang berhubungan dengan
pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
Jadi,
tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang
mengacu pada moralitas yang bersumber dari nilai islam, dengan pengertian bahwa
pada prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat islam, karena seluruh agama
islam dari berbagai aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar
mempunyai mental utuh dan tangguh, sebab didalam ajarannya yang menjadi sasaran
utamanya adalah manusia dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan
bagaimana rekayasa agar manusia dapat menjadi insan yang berbudi luhur, baik
sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam hubungannya dengan Tuhan
pencipta alam semesta.
2.
Definisi
Psikologi
Secara etimologi, psikologi berasal
dari kata Psiko dan logos. Psiko berarti Jiwa, sedangkan logos
berarti ilmu. Jadi Psikologi dapat diartikan sebagai “ilmu tentang jiwa”.
Secara terminologi, menurut Wilhem Wund Psikologi adalah ilmu
pengetahuan tentang kehidupan mental, seperti pikiran,, perhatian, persepsi,
inteligensi, kemauan, dan ingatan. Kemudian John
Watson juga mempelopori pengertian psikologi yang lain yaitu Psikologi
merupakan ilmu pengetahuan tentang perikaku organisme, seperti perilaku kucing
terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesamanya, dan sebagainya.[4]
Dalam wacana psikologi kontemporer,
pengertian Jonh Watson inilah yang lazim di pakai, karena teori ini memandang
bahwa semua organisme memiliki gejala kejiwaan. Manusia merupakan makhluk hidup
yang memiliki jiwa, namun secara empirik hakikat jiwa itu tidak dapat
diketahui, yang dapat diketahui hanya proses, fungsi dan kondisi kejiwaan.
Dalam kajian Psikologi Islam,
sebagai induk dari cabang-cabang Ilmu psikologi dalam Islam, psikologi
diartikan sebagai “Studi tentang jiwa”. Pengertian dianggap paling cocok dengan
Psikologi Islam sebagai cabang ilmu mandiri yang masih berada pada proses awal
dan memandang jiwa manusia sebagai jiwa yang khusus dan tidak sama dengan jiwa
binatang.[5]
Jadi, psikologi adalah disiplin ilmu yang
mempelajari perilaku manusia secara umum dapat dilihat dari segi mental, baik
yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan untuk mencapai kaidah
kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif perilaku, mengenali dan
memastikan gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam perilaku. Dalam percakapan
sehari-hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri
manusia. Dan hal ini cukup beralasan mengingat substansi pembahasannya, yaitu
berkisar pada jiwa manusia. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur
kejiwaan.
3.
Hubungan
Tasawuf dan Psikoogi
Keterkaitan
antara tasawuf dengan psikologi ini dibahas dalam psikologi transpersonal yaitu
sebuah aliran baru dalam psikologi yang merupakan pengembangan dari psikologi
humanistik yaitu yang menolak teori dan metode sebelumnya yaitu psikoanalitik
dan behavoristik. Aliran ini berusaha mengembangkan potensi manusia, hanya saja
aliran ini menjangkau hal yang bersifat adikodrati dan spiritual.
Dari kedua
ilmu tersebut yaitu tasawuf dan psikologi ditemukan persamaan yaitu Persamaan
konsepsi tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia.
Manusia yang
sehat secara psikologis memiliki potensi yang bersifat kodrati maupun ruhaniah.
Potensi ini dalam bahasa psikologi, dipandang mempunyai hubungan dengan tingkah
laku psikologis, yang tercermin pada keterkaitan motivasi dengan perilaku yang
ditampilkan.[6]
Dikalangan
para ilmuwan muslim terutama para ahli tasawuf hampir terjadi kesepakatan bahwa
seluruh umat manusia adalah dilahirkan dalam keadaan suci atau fitrah. Yang
dimaksud fitrah disni adalah bahwa manusia ketika dilahirkan adalah dalam
kondisi yang tidak memilih dosa sama sekali, bahkan manusia memiliki potensi
dasar, yakni ketaatan kepada Allah.[7]
Konsep
tentang fitrah, memiliki kesamaan dengan pandangan Maslow ahli psikologi
humanistik, dalam perspektif Maslow, dikendalikan bukan dikendalikan bukan oleh
faktor eksternal dan kekuatan tak sadar, melainkan oleh potensi manusia sendiri
yang bersifat kodrati. Kemungkinan ini terjadi karena setiap manusia secara
biologis dan psikologis memiliki kodrati yang tidak dapat diganti atau
dihilangkan.[8]
Dengan demikian, manusia memiliki peluang untuk berbuat kreatif sesuai dengan
potensi kodrati yang ada dalam dirinya. Namun pada umumnya manusia hanya
menggunakan sebagian kecil kemampuannya. Kebanyakan manusia justru lebih
didominasi oleh rangsangan dari luar dirinya yang dapat mengarahkan pada
pilihan mundur, atau kejahatan.
Menurut
Maslow dalam teori motivasinya, asumsi optimistis tentang intrinsik manusia
yang bersifat baik (kodrati), memandang sebagai corak biologis paling utama,
yang secara umum menjadi spesies yang utuh, dan menjadi bagian individu dan
unik. Ia memandang dasar atau diri ini sebagai dinamika untuk tumbuh dan
beraktualisasi.[9]
Jadi,
konsepsi tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia, dalam ajaran
tasawuf dan psikologi mempunyai persamaan yang saling mempunyai peluang untuk
mengaktualisasikan potensi dasar tersebut. Dengan kehendak bebasnya manusia
diberi kebebasan untuk memilih maju atau mundur, dimna pilihan ini lah yang
dapat merubah kondisi psikologis manusia.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum, sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri". (QS.
Ar-Ra'd, 13/53).
Dari ayat
tersebut jelas sekali bahwa perkembangan dan pertumbuhan manusia sangat
ditentukan oleh pilihannya sendiri. Jika ia konsisten dengan fitrahnya maka ia
akan berkembang secara wajar.
B. Problema
Psikologis di Era Modern
Ketika inovasi teknologi mempunyai
tempat penting dalam masyarakat, inovasi juga membawa gaya hidup yang
membahayakan. Pola-pola aktivitas manusia sebagian besar berkutat disekitar
wacana. Mungkin wacana berfungsi sebagai medium penting dalam hubungan yang
dijalin. Karena wacana berada dalam pasar terbuka, yang ditandai oleh kekacauan
dan perubahan yang menyebar dengan cepat. Maka pola-pola tindakan manusia itu
akan terus terjadi selamanya.
Sebenarnya zaman modern ditandai
dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu:
a.
Penggunaan teknologi dalam berbagai
aspek kehidupan manusia
b.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia.[10]
Manusia modern adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan
berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Semestinya
manusia modern lebih bijak dan arif dengan kecerdasan dan teknologi, akan
tetapi dalam kenyataanya banyak manusia yang kualitas kemanusiaannya lebih
rendah disbanding kemajuan teknologi yang dicapainya. Akibat dari tidak
keseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan.
Salah satu dertita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan
makna seperti ‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil
keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai
gejala keterasingan alienasi[11],
yang disebabkan oleh:
a.
Perubahan
sosial yang berlangsung cepat
b.
Hubungan
hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang
c.
Lembaga
tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional
d.
Masyarakat
yang homogen sudah berubah menjadi heterogen
e.
Stabilitas
sosial berubah menjadi mobilitas sosial.[12]
Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin
melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia
melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain sampai ia lupa kehendak
sendiri.
Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat problema moderinitas yang telah disebutkan maka manusia
modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain:
a. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern
bersumber dari hilangnya makna hidup. Sebagaimana fitrah manusia memiliki
kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki seseorang manakala ia memiliki
kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan telah mengerjakan
sesuatu yang bermakna untuk orang lain.[13]
Sebagai contoh para pejuang yang memiliki
dedikasi tinggi untuk apa yang ia perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan
korban jiwa sekalipun. Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan
orang lain tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri bukan untuk
memuaskan orang lain.
Adapun manusia modern justru tidak memiliki makna
hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Segala yang dilakukannya
adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial, sedangkan tuntutan sosial
belum tentu berprinsip yang mulia. Sehingga ia diperbudak untuk melayani
perubahan. Karena merasa hidupnya tidak bermakna, tidak ada dedikasi dalam
perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan.
b. Kesepian
Sebagai akibat dari hubungan manusia yang
gersang, di kalangan masyrakat modern yang tidak lagi tulus dan hangat. Manusia
modern ini merasa sepi, meski ia berada ditengah keramaian. Ini disebabkan
karena semua manusia modern menggukan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah
kepribadiannya.
c. Kebosanan
Karena hidup tidak lagi bermakna, dan hubungan
dengan manusia lain terasa hambar krena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan
yang selalu menganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan
gangguan kejiawaan yang berupa kebosanan.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan
akhirnya membuat bosan, bosan kepada kepura-puraan, kepada kepalsuan, akan
tetapi tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan tersebut.
d. Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita
berkepanjangan menyebabkan seorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan.
Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini seseorang tidak mampu berfikir
jauh. Maka yang terjadi mudah sekali diajak atau dipengaruhi untuk melakukan
hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma
moral. Misalnya terpengaruh dengan obat-obat terlarang.
e. Psikosomatik
Gangguan psikosomatik adalah gangguan jiwa yang
dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif yang sebagian besar disebabkan
oleh permusuhan,depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi. Gangguan ini
menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan (soma).[14] Psikosomatik
adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh factor-faktor kejiwaan dan sosial.
Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal itu dapat menyebabkan
terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya.
Penderita psikosomatik biasanya selalu mengeluh
merasa tidak enak badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa
konsentrasi. Wujudd psikosomatik bisa dalam bentuk syndrom, trauma, stress,
ketergantungan pada obat penenang/alkohol/narkotika atau perilaku menyimpang.[15]
Jadi, psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit
gabungan fisik dan mental. Yang sakit sebetulnya jiwanya tapi menjelma dalam
bentuk sakit fisik.
C. Peran Tasawuf dalam Menghadapi
Problema Psikologis
Sudah
sejak awal bahwa tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarrub
ila Allah). Akan tetapi, ini menunjukkan betapa kita pada saat ini masih jauh
dari-Nya, karena kita sekarang hidup di perantauan jauh dari asal dan tempat
kembali kita yang sejati.
Tasawuf
bukan hanya menyadarkan kita akan keterpisahan dari sumber dan tempat kembali kita yang sejati. Tetapi juga
sekaligus menjelaskan kepada kita dari mana kita berasal dan kemana kita akan
kembali. Dengan demikian tasawuf member kita arah dalam hidup kita.
Dari
ajaran para sufi, kita jadi paham bahwa manusia itu bukan hanya makhluk fisik,
tetapi juga makhluk spiritual, di samping fisiknya, yang memiliki asal-usul
spiritualnya pada Tuhan. Dengan menyadari betapa manusia itu juga makhluk
spiritual, maka lebih mungkin kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang
dalam memperlakukan diri kita. Dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan
dan kesehatan jiwa.[16]
Dalam
menjawab problema psikologis, tasawuf mengajarkan tentang hidup bahagia. Hidup
bahagia haruslah hidup sehat, karena orang yang tidak sehat alias sakit mungkin
sekali tidak bahagia. Hidup sehat meliputi fisik dan jiwa.
1.
Kesehatan
Fisik
Kesehatan fisik dalam ajaran tasawuf tergantung
pada makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dikonsumsi harus sehat dan
halal. Makanan dan minuman yang tidak sehat dapat menimbulkan penyakit, dan
yang haram dapat mendorong kepada pembentukan karakter yang buruk merupakan
cermin jiwa yang tidak sehat.[17]
Makanan haram bukan hanya babi dan minuman yang
haram. Tetapi juga penghasilan yang diperoleh dengan cara haram, seperti hasil
curian dan korupsi.
Selain sehat dan halal, dalam tasawuf makanan
dianjurkan lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan, serta sebaiknya tidak
terlalu banyak mengkonsumsi daging, karena daging dapat membentuk karakter yang
keras, padahal kita dianjurkan bersikap lemah lembut kepada sesama makhluk
lainnya.[18]
Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan juga
sejalan dengan gerakan kembali ke alam (back to nature).
2.
Kesehatan
Jiwa
Selain makanan dan minuman, ibadah seperti
shalat, puasa dan dzikir juga ikut berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun
jiwa. Shalat selain untuk beribadah ataupun melatih jiwa juga terdiri atas
beberapa posisi tubuh yang masing-masing berdampak positif bagi kesehatan.
Misalnya sujud, dengan posisi ini lutut yang
membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot-otot perut berkembang dan mencegah
timbulnya kegembyoran di bagian tengah, menambah aliran darah ke bagian
atas tubuh terutama kepala (termasuk mata, telinga dan hidung) dan juga paru-paru.
Selain shalat, puasa juga mengandung manfaat bagi
kesehatan. Puasa adalah berpantang dari makanan, minuman dan berhubungan seks
mulai dari waktu imsak sampai maghrib.
Dengan berpuasa, maka fungsi-fungsi tubuh
diistirahatkan dan diberi peluang untuk segar kembali. Selama berpuasa kegiatan
yang biasa dalam pencernaan dikurangi, sehingga memungkinkan tubuh untuk
mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna serta memperbaiki kerusakan akibat
kesalahan pola makan yang berlangsung lama.
Ibadah lain yang berdampak positif terhadap
kesehatan adzikir. Dzikir berarti mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah
dengan mengulang-ngulang salah satu namanya atau kalimat keagungannya.[19]
Dengan dzikir, pikiran dan perasaan dapat menjadi
tenang, sehingga orang akan hidup sehat, terhindar dari penyakit-penyakit yang
biasa timbul dari gangguan jiwa, seperti stress.
Dzikir juga akan membentuk akselerasi mulai dari
renungan, sikap, aktualisasi sampai memperhatikan alam. Dzikir berfungsi untuk
memantapkan hati, energi akhlak, terhindar dari bahaya dan terapi jiwa yang
semua fungsi tersebut sangat diperlukan oleh manusia sekarang ini yang
cenderung sekuler.
IV.
KESIMPULAN
Tasawuf adalah
disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang mengacu pada
moralitas yang bersumber dari nilai islam, pada prinsipnya tasawuf bermakna
moral dan semangat islam, karena seluruh agama islam dari berbagai aspeknya
adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar mempunyai mental utuh dan
tangguh, sebab didalam ajarannya yang menjadi sasaran utamanya adalah manusia
dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan bagaimana rekayasa agar
manusia dapat menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai makhluk sosial
maupun sebagai hamba dalam hubungannya dengan Tuhan pencipta alam semesta.
Maka dari itu
tasawuf sangat berperan penting dalam mengatasi problem psikologis yang terjadi
di era modern ini, yang sudah kehilangan makna
yang disebut keterasingan (alienasi) yang disebabkan oleh: Perubahan sosial
yang berlangsung cepat, Hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi
yang gersang, Lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, Masyarakat
yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, Stabilitas sosial berubah menjadi
mobilitas sosial.
Dari
problem tersebut, tasawuf menawarkan agar manusia modern kembali pada yang
sejati, sebagai fitrah manusia sejak lahir yang dibekali nilai-nilai rohani
atau spiritual dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan dan kesehatan
jiwa.
V.
PENUTUP
Demikianlah,
makalah yang saya
paparkan serta masih jauh dari kata baik. Oleh sebab itu, masukan dari berbagai
pihak sangatlah saya
harapkan, untuk memperkaya materi dan memperdalam pemahaman. Tak lupa ucapan
ma’af dan terima kasih saya
haturkan dengan sepenuh hati kepada semua pihak atas kerjasama di dalam
pembuatan maupun penyampaian materi ini. Ihdina al-Shirathal Mustaqim..Wallahu
A’lamu Bi al-Shawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Graham, Heleb, Psikologi Humanistik (Dalam
Konteks Sosial, Budaya, dan Sejarah), cet.1, Terj., Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005.
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/
di unduh pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html
di unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
Kartanegara, Mulyadhi, Menyelami Lubuk Tasawuf,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Khadziq, Abdullah, Rekonsiliasi Psikologi
Sufistik dan Humanistik, cet.1, Semarang: RaSAIL, 2005.
Madjid, Nurcholis, dkk, Manusia Modern Mendamba
Allah: Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002.
Mujib, Abdul CS, Nuansa-nuansa Psikologi Islam,
Edisi 1 Cet.2., Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Edisi. 1 Cet.
2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum
Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Suratman, Junizar, Spiritualitas dan Radikalisme
dalam Perspektif Filsafat Agama, Padang: Puslit Press, 2011.
Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif, Bogor:
Kencana, 2003.
[1]
Dalam kajian antropologi Manusia, ada beberapa kepercayaan sebagai bentuk
pelampiasan hasrat bertuhannya manusia.
Kepercayaan tersebut dikelompokkan pada beberapa kelompok yaitu : (1)
Dinamisme, yaitu agama pada masyarakat primitif yang percaya keapada kekuatan
(magic) yang terdapat pada benda-benda yang di anggap keramat, (2) Animisme,
yaitu kepercayaan kepada roh-roh, (3) politeisme, yaitu kepercayaan kepada
dewa-dewa. Ketiga kelompok agama ini digolongkan kepada agama yang dianut oleh
masyarakat primitif. Lihat: Junizar Suratman, Spiritualitas dan Radikalisme dalam Perspektif Filsafat Agama,
Padang: Puslit Press, 2011, hal. 12-13.
[2]
Pada dasarnya manusia mempunyai dua dimensi yaitu rohani dan jasmani. Tubuh
(jasmani) manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan meteriil. Sedangkan
rohani manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spiritual. Lihat:
Harun Nasution, Islam ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 30.
[3]Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf, Edisi. 1 Cet.
2, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, hal. 179-180.
[4]
Abdul Mujib CS, Nuansa-nuansa Psikologi
Islam, Edisi 1 Cet.2., Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 1-2.
[5]
Ibid., hal. 3.
[6]
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum
Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, hal. 58.
[7]
http://lutfisayonk.blogspot.com/2013/03/tasawuf-dan-psikologi.html
[8]
Abraham H. Maslow, Toward a Psychology of
Being, New York: Van Nostrand Reinhold Company, 1968, hal. 3. Dalam buku:
Abdullah Khadziq, Rekonsiliasi Psikologi
Sufistik dan Humanistik, cet.1, Semarang: RaSAIL, 2005, hal. 193-194.
[9]
Heleb Graham, Psikologi Humanistik (Dalam
Konteks Sosial, Budaya, dan Sejarah), cet.1, Terj., Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005, hal. 86.
[10]
Nurcholis Madjid, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf
Positif, Jakarta: IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002, hal. 167.
[11]
Konsep alienasi atau keterasingan yang lahir dari pemikiran Karl Marx adalah
muncul akibat adanya kapitalisme yang mengguncang Eropa pasca revolusi
industri. Alienisasi adalah hasil dari eksploitasi Kapitalisme terhadap buruh
dengan mengartikanya sebagai modal. Alienasi atau Keterasingan terjadi jika
semakin banyaknya modal terkumpul untuk Kapitalis, dan semakin miskin pula si
Buruh akibat dari hasil eksploitasi si kapitalis.
Lihat: http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html
di unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
[12]
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 168-169.
[13]
Ibid., hal. 171.
[14]
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/
di unduh pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
[15]
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 174.
[16]
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006, hal. 272.
[17]
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003, hal. 29.
[18] Ibid.,
hal. 30.
[19] Ibid.,
hal. 39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar