A.
Pengertian Kesadaran Manusia
Kesadaran
berasal dari bahasa Latib conscio yang berasal dari kata cum yang
berarti with and scio yang berarti “know”. Dalam bahasa Latin conscio
bermakna berbagi pengetahuan dengan orang lain atau diri sendiri. Kata consciud
dan consciusness pertama kali muncul pada awal abad 17 yang kemudian
secara berurutan diikuti oleh munculnya istilah self-conscious and
self-consciousness.
Secara
terminologi, zaman memberikan definisi kesadaran dalam 3 kategori:
a.
Kesadaran
sebagai kondisi terjaga, seperti kesadaran yang dimilki oleh seseorang saat
bangun dan kemampuannya untuk memahami, berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang lain.
b.
Kesadaran sebagai pengalaman adalah isi dari
pengalaman dari satu kondisi ke keadaan yang lain.
c.
Kesadaran
sebagai pikiran, ini adalah kondisi mental dengan konten proporsional, seperti
percaya, harapan, rasa takut, berniat, berharap dan keinginan.
Kesadaran
(consciousness) merupakan aktivitas mental yang terfokus pada objek. Dalam
psikologi, kesadaran diartikan sebagai tingkat kesiagaan individu yang ada pada
saat menerima rangsangan eksternal dan internal : peristiwa atau fenomena
lingkungan, suasana, memori dan pikiran.
Kesadaran
terjadi karena adanya 5 unsur:
1)
Isi
kesadaran, berupa muatan yang keluar dari pikiran bawah sadar dan kemudian naik
ke permukaan dan masuk ke wilayah pikiran sadar sehingga dikenali dan disadari.
2)
Kesadaran,
kesadaran atau kemampuan untuk mengetahui atau mengenali dan menyadari serta
mengetahui.
3)
Energi
psikis yaitu energi psikis yang berkaitan dengan indera yang dijadikan sebagai
alat untuk memperoleh kesadaran.
4)
Struktur
psikologis yaitu optimalisasi sistem syaraf yang ada pada otak baik yang
bersifat paralel dan juga asosiatif.
5)
Kondisi
kesadaran yaitu kondisi terjadinya kesadaran tersebut pada situasi normal atau
pada kondisi baik diatas maupun diluar kesadaran biasa.
Ada 2 model isi
kesadaran:
a)
Kesadaran
mengacu pada isi kesadaran.
b)
Gairah
mengacu pada aktivasi otak dan tingkat kesadaran
B.
Asal Mula Kesadaran
Menurut
Imam Al-Ghazali, kesadaran manusia bersumber dari hati manusia. Meskipun
demikian, hati ini sesungguhnya tidak benar-benar merupakan sumber yang paling
asal, karena menurutnya hati adalah laksana cermin, al-qalb ka al-mir’ah.
Jadi, hati hanya memantulkan sesuatu yang ada di depannya. Lebih jauh,
Al-Ghazali menggambarkan bahwa jika mempunyai cermin, dan cermin itu bersih dan
berkualitas tinggi, kemudian meletakkan sebuah benda didepannya, maka di dalam
cermin itu akan terdapat gambar dari benda tersebut. Gambar yang ada di cermin
itulah sesungguhnya kesadaran manusia atau ilmu yang dimiliki dari manusia.
Di
sisi lain, Al-Ghazali mengatakan bahwa sumber kesadaran yang hakiki adalah dari
Al-Haqq atau Allah, namun juva tidak menafikan adanya
kesadaran-kesadaran lainyang diserap oleh hati manusia yang bukan berasal dari
pancaran Al-Haqq namun dari sumber-sumber lain. Sumber kesadaran dimaksud
kemungkinan berasal dari Malaikat, mungkin juga dari Iblis atau syaithan.
Bahkan ada juga yang berasal dari hasil ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh
seseorang sebelum dia melakukan atau menangkap sebuah objek.
Lebih
jauh Al-Ghazali menyatakan, ketika hati atau self seseorang itu bersih,
kemudian menghiasi hati dengan amal-amal shaleh dan ketakwaan, maka hati yang
demikian itu merupakan hati yang terbuka dan terhubung langsung dengan alam
malakut atau alam para Malaikat. Sebaliknya, jika hati seseorang yang tidak
bersih, bahkan senantiasa terbuka langsung dengan kesadaran yang berasal dari
syaithan. Firman Allah:
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢y ÇÊÉÈ
“dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”(Q.S.Al-Syams 7-10)
Dari
keterangan ayat di atas dapat diperoleh gambaranbahwa sesungguhnya diri manusia
biasa berada di antara kesadaran pada tingkatan self beyond ego. Kesadaran
self beyond ego tersebut bisa bersumber dari Malaikat, bisa juga
merupakan inspirasi yang dibisikan oleh iblis.
Imam
Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa self atau hati manusia memiliki kemampuan untuk
menjangkau hal-hal yang bersifat fisik maupun hal-hal yang metafisik. Mengenai pengetahuan
yang bersifat fisik semakin insten seseorang mengasah dan melatih pikirannya,
maka semakin bagus kemampuan orang itu dalam mengetahui hal-hal fisik atau
relaistis yang berada di dalam alam empiris. Sedangkan pengetahuan mengenai
alam batin atau metafisik, maka seseorang dapat mencapainya melalui proses suluk,
mujahadah, riyadhah, serta pembersihan dan penyucian terhadap hati atau self-nya.
C.
Jenis Kesaradan
Dari
segi jenisnya, kesadaran dibagi menjadi 2:
1)
State
of Consciousness (B-SoC)
Yaitu kesadaran
yang bisa dialami dalam kondisi normal, seperti saat kuliah, berbicara dengan
teman dan nonton TV.
2)
Altered
State of Consciousness
Kesadaran ini
terjadi di luar kesadaran normal, seperti ketika saat meditasi, dalam kondisi
mimpi, trans dan dalam pengalaman mistik.
Tingkatan
kesadaran tersebut berkaitan erat dengan pola gelombang otak. Bila otak
memiliki laju 0,5-3,5 Hz per detik maka otak tidak melakukan apa-apa sehingga
tidak terjadi kesadaran, seperti yang ada pada otak orang yang sedang tidur
nyenyak atau koma. Tipe ini disebut Delta. Sedangkan bila otak memiliki laju
3,5-7 Hz maka otak akan mengirimkan informasi secara berkala dari hiperkompus
ke penyimpanan yang lebih permanen di korteks, seperti yang terjadi pada orang
yang sedang mimpi dan anak berusia 3-6 tahun. Tipe ini disebut Theta. Bila otak
memiliki laju 8-13 Hz per detik, maka otak akan bekerja secara rileks dan
waspada seperti yang terjadi saat relaks dan anak yang berusia 7-14 tahun. Tipe
ini disebut Alfa. Bila otak memiliki laju 13,5-30 Hz maka tipe ini disebut Beta
yaitu otak sangat terkonsentrasi penu, seperti kondisi sedang mengerjakan ujian
dan pekerjaan lain yang serius dan butu konsentrasi penu. Di atas laju ini
masih terdapat tipe Gamma yaitu otak melaju lebi cepat ;agi sekitar 40 z
perdetik. Ini terjadi pada otak yang sadar baik dalam kondisi terjada maupun
tidur yang disertai mimpi.
D.
Sumber Kesadaran
Dalam
kitab Ihya’ Ulum al-Din, kususnya dalam pembahasan mengenai aja’ib al-qalb (keistimewaan
hati), Imam Muammad Al-Ghazali mengatakan bahwa self atau diri terkadang
diungkapkan dengan beberapa istilah yang bermakna ganda dan saling tumpang
tindih (musytarakh), yaitu al-nafs terkadang al-ruh terkadang
al-qalb dan terkadang menggunakan istilah al-aql.
Al-Ghazali
juga menjelaskan bahwa keempat terminologi tersebut memiliki makna yang ganda,
yaitu makna lahir dan makna batin. Dari aspek makna lahir, masng-masing bida didefinisikan
sebagai berikut:
·
Qalb
adalah segumpal darah yang berada di dada sebelah kiri yang darinya beredar
seluruh darah, dan ini menjadi sumber dari ruh
·
Ruh
yang bisa diartikan sebagai seuatau yang lembut yang bersumber di dalam qalb
itu.
·
Nafs
secara lahir sebagai sesuatu yang meliputi seluruh kekuatan atau daya, baik itu
berupaya daya marah ataupun daya syahwat yang ada dalam diri manusia.
·
Aql
sebagai tempat dimana esensi segala sesuatu dapat diidentifikasi dan diketahui
(al-‘ilm bi haqa’iq al-umur) oleh jiwa.
Sedangkan
daru aspek makna batin, keempat istilah tersebut mengacu pada makna dan
subtansi yang sama yaitu sebagai lathifah rabbaniyyah-ruhaniyyah,
sesuatu yang halus yang bersigat ketuhanan dan bersifat spritual.
Kemudian
dari segi fungsinya, lathifah atau sesuatu yang halus yang bersifat
ketuhanan dan spritual tersebut memiliki 3 fungsi:
a)
Berfungsi
sebagai al-ba’its yaitu perangkat yang memotivasi atau mendorong baik
mendorong untuk melakukan sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan maupun
mendorong sesuatu yang bertujuan untuk menghindari mara bahaya.
b)
Lathifah
yang bersifat ketuhanan dan spritual tersebut berfungsi sebagai al-mubarrik
li al-a’dha’ yaitu perangkat yang mengerakkan anggota badan. Mekanisme
penggerakan di sini adalah seolah-olah melalui perintah.
c)
Nafs
atau self memiliki
fungsi sebagai al-mudrik yaitu perangkat yang bertugas untuk menangkap
atau mengetahui segala sesuatu. Dalam hal ini, apa yang dipersepsikan melalui
panca indara akan ditangkap, kemudian disimpan oleh jiwa atau self ini
sebagai sebuah pengetahuan.
E.
Tingkatan-tingkatan Jiwa Kesadaran
Dalam
bukunya yang berjudul Misykah al-Anwar wa Mastrafah al-Asrar, Imam
Al-Ghazali menjelaskan bahwa ruh atau self terdiri dari berbagai tingkatan.
Tingkatan-tingkatan tersebut diambil dari Al-Qur’an:
* ª!$# âqçR ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 ã@sWtB ¾ÍnÍqçR ;o4qs3ô±ÏJx. $pkÏù îy$t6óÁÏB ( ßy$t6óÁÏJø9$# Îû >py_%y`ã ( èpy_%y`9$# $pk¨Xr(x. Ò=x.öqx. AÍhß ßs%qã `ÏB ;otyfx© 7p2t»t6B 7ptRqçG÷y w 7p§Ï%÷° wur 7p¨Î/óxî ß%s3t $pkçJ÷y âäûÓÅÓã öqs9ur óOs9 çmó¡|¡ôJs? Ö$tR 4 îqR 4n?tã 9qçR 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ ÇÌÎÈ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya
Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus,[1]
yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya).[2]
yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.
cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”(QS.An-Nuur:35)
Dalam
surat tersebut dinyatakan bahwa Allah adala cahaya langit dan bumi, dan
perumpamaan cahaya-Nya seperti ceruk yang didalamnya terdapat lampu, dan lampu
itu di dalam sebuah kaca. Jadi di dalam ayat ini paling tidak terdapat beberapa
istila, yaitu al-misykah (ceruk), al-mishbah (lampu), al-zujajah
(kaca), syajarah (pohon), kemudian zaytun (buah zaitun).
Dalam
penafsirannya terhadap ayat itu Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa sesungguhnya
di dalam manusia terdapat diri atau ruh atau akal yang memilki berbagai
tingkatan. Tingkatan-tingkatan dimaksud adalah sebagai berikut:
1)
Ruh Al-Hassas, yaitu ruh atau self
yang berfungsi sebagai penerima segala sesuatu dari hasil serapan panca
indra. Menurut Al-Ghazali, al-ruh al-hassas ini merupakan ruh yang
berasal dari ruh hayawani atau ruh yang sebangsa dengan hewan. Ruh yang
semacam ini juga dimiliki ole manusia yang masih berada dalam tahap usia
kanak-kanak.
2)
Al-ruh al-khayyali atau
self yang mempunyai kemampuan untuk berimajinasi, yaitu ruh yang mampu untuk
menyimpan, mempersepsi dan menginajinasikan apa yang telah diperoleh ole panca
indra ketika imajinasi tersebut dibutuhkan. kemampuan semacam ini belum
dimiliki oleh anak kecil yang masih menyusu. Kemampuan ini tumbuh dan
berkembang secar bertahap sedikit demi sedikit sejalan dengan perkembangan
kejiwaan atau self yang dimiliki
oleh manusia.
3)
Al-ruh al-‘aqli, yaitu
kemampuan manusia atau self untuk mengenali makna-makna yang berada di
atas makna yang diperoleh melalui penginderaan maupun imajinasi. Dalam hal ini,
kemampuan yang dia miliki lebih dari sekedar mengetahui makna yang keluar dari
daya imajinasi dan daya persepsi. Kemampuan seperti ini tidak dimiliki oelh
binatang, demikian juga anak-anak yang masih kecil belum memilikinya.
4)
Al-ruh al-fikri, yaitu
kemampuan diri untuk mengambil ilmu-ilmu yang bersifat rasional murni, kemudian
dari situ ditemukan berbagai campuran maupun kreativitas-kreativitas serta
inovasi. Karena adanya kreativitas dan inovasi inilah maka dia mampu melahirkan
sebuah sintesa berupa ilmu baru yang lebih tinggi.
5)
Al-ruh al-qudsi al-nabawi, yaitu
ruh yang dimiliki oleh para Nabi dan sebagian para Wali. Ruh atau self pada tingkatan ini memiliki kemampuan untuk
ber-tajalli, yakni mampu menangkap manifestasi dari berbagai hal yang
ghaib, ketentuan-ketentuan akhirat, serta berbagai pengetahuan yang ada di
langit maupun di bumi. Al-ruh al-qudsi al-nabawi ini mampu memperoleh
atau menyerap pengetahuan-pengetahuan yang bersifat ketuhanan (rabbaniyyah)
yang oelh al-ruh al-‘aqli maupun al-ruh al-fikri tidak mungkin
bisa diperolehnya, ini sesuai dengan firman Allah:
y7Ï9ºxx.ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) %[nrâ ô`ÏiB $tRÌøBr& 4 $tB |MZä. Íôs? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# wur ß`»yJM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #YqçR Ïök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur üÏöktJs9 4n<Î) :ÞºuÅÀ 5OÉ)tGó¡B ÇÎËÈ
“dan Demikianlah
Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah
iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan
Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu
benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”(QS.Al-Syura:52)
Inilah
tingkatan-tingkatan ruh atau jiwa menurut Al-Ghazali, dimana pada level yang
terakhir sekaligus tertinggi adalah al-ruh al-qudsi al-nabawi. Dalam
tingkatan ruh ini seseorang dapat memperoleh pengalaman-pengalaman transedental
atau religious experience atau mystical experience. Dalam
tingkatan ruh yang kelima inilah manusia mengalami apa yang disebut sebagai
“trans”, dia berada dalam kondisi self beyond ego. Self beyond ego merupakan
sebuah pengalaman batin yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata, namun
sangat menyakinkan karena seseorang merasakannya secara nyata.
Abu
Abdullah Muhammad Ibn Hakim Al-Tirmidzi, dalam bukunya
[1]
Yang dimaksud lubang yang tidak tembus
(misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai
kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.
[2]
Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di
puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di
waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan
minyak yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar