Minggu, 27 April 2014

HIKMAH (CERITA PENDERITA KANKER)



Inilah kisah pertama Prof. Amin Syukur yang terkena kanker. Pertama kali beliau terkena kanker pada tahun 1997 tepatnya beliau terkena kanker otak, saat itu beliau berumur 44 tahun, pada waktu itu beliau menjalani pengobatan medis selain pengobatan medis beliau pasrah dengan melakukan dzikir sholawat nariyah dan doa-doa lainnya. Beliau melakukan pengobatan medis di rumah sakit Jakarta karena di rumah sakit semarang belum lengkap peralatannya beliau mengambil jalan pengobatan oprasi. Alhamdulilah berkat doa-doa dari keluarga dan orang-orang di sekitarnya oprasinya berhasil beliau sembuh dan tidak ada akar-akar dari kanker tersebut.
            Akan tetapi selang sekitar 2,5 tahun pada akhir tahun 2000 beliau dinyatakan terkena kanker lagi nama dari kanker itu adalah kanker nasofaring. Gejala pertama kali adalah ludah yang bercampur dengan darah. Pada saat beliau terkena kanker nasofaring, beliau menjalani pengobatan kemoterapi dan pistral yang kata dokternya itu adalah pengobatan yang ekstrem. Dan sealama menjalani pengobatan pistral, seluruh badannya gosong. Dan pada saat itu juga beliau divonis umurnya tidak panjang lagi. Akan tetapi beliau mempunyai keyakinan bahwa orang sakit bisa sembuh bisa mati, orang sehat pun bisa mati. Beliau beranggapan bahwa penyakit itu adalah bentuk kasih sayang Allah. Beliau betanggapan sakit adalah nikmat dari Allah yang menurut beliau itu adalah jatahnya Allah dari Allah. Saat beliau sakit beliau melakukan dzikir yang akan menenangkan hati. 


Yakin ketika berdzikir bahwa Allah tidak pernah salah memberikan apapun pada kita. Dalam dunia medis ada yang namanya psikoneuroimonologi hati yang tenang akan mempengaruhi saraf, saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar akan mempengaruhi hormon. Kalau hati tenang hormonnya sehat. Maka dari itu efek dari berdzikir adalah dapat menenangkan hati. Dan ketenangan hati adalah kunci untuk selalu sehat, sehat jasmani maupun rohani. Dan itu sama halnya yang di alami Prof. Amin yang dapat melewati penyakitnya dan hingga kini beliau diberi kesehatan dan beliau sekarang menjadi konsultan kanker untuk orang-orang yang sudah putus asa. Itulah hikmah dari orang yang selalu bersabar dan tidak putus asa.




Kisah kedua Ibu Fatimah Usman, M. Si yang terkena kanker. Pertama kali beliau di deteksi terkena kanker pada bulan Mei 2013. Beliau kelihatan seperti tidak sakit karna beliau menganggap bahwa beliau ini tidak sakit. Beliau terkena kanker adenokarsenoma atau kanker paru-paru. Beliau saat ini sedang menjalani kemoterapi sudah ke Sembilan kalinya. Dari awal mengetahui mempunyai penyakit kanker beliau terima beliau juga tidak kaget karena beliau menganggap penyakit ini adalah jatah beliau Allah tidak pernah salah memberikan apapun untuk hambanya. Ini adalah cara Allah menyayangi beliau. Selain melakukan pengobatan medis beliau juga melakukan dzikir yang diajarkan oleh Prof. Amin Syukur suaminya. Dzikir yang benar-benar berdzikir. Beliau menjalani ini dengan dengan ikhlas. Saat beliau melakukan kemoterapi para suster mengatakan bahwa beliau kelihatan tidak seperti penderita kanker karena beliau sangat mandiri. Saat tidak ada orang yang mengantar ke rumah sakit beliau brangkat sendiri, di lab sendiri, saat di kemo mau ke kamar mandi juga sendiri, bahkan saat beliau merasakan sakit beliau slalu berkata alhamdulilah beliau mengangap ini cara Allah menyayangi beliau. Orang banyak berfikir saat diberikan penyakit kenapa harus aku tapi beliau menyiakpi dengan karena Allah tidak pernah salah memberikan apapun kepada kita.
            Dari semua kisah di atas dapat diambil hikmah atau pelajaran bahwa kita harus percaya dan yakin Allah akan selalu memberi yang terbaik dari kita, maka dari itu haruslah kita selalu bersyukur, karena semua hal yang “LUAR BIASA” berawal dari hal yang BIASA. Untuk merubah dari yang BIASA menjadi LUAR BIASA. Maka untuk sesaat saja, stop rasio & logika, stop mempertanyakan, masukilah keheningan & kebeningan diri, hidupkan imajinasi & harapan. Baca dengan seksama dan fahamilah bahwa untuk merubah dari yang BIASA menjadi LUAR BIASA adalah dengan men”Syukuri” yang sudah ada.
Sabar dan ikhlas menjadi poin penting dlm upaya menghadapi semua permasalahan. Hidup memang penuh dengan tantangan, siapa yang berani hidup dia harus rela menerima dan menghadapi semua tantangan itu. Perlu di ingat, kesabaran bukan berarti sikap diam dan menyerah, kesabaran merupakan bentuk manifestasi dari sikap tawakal, ridho & justru pantang menyerah, selama kita masih hidup selama itu pulalah kita harus bersabar & ikhlas, batas kesabaran adalah sampai ke liang lahat. Percayalah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar. Dan sealalu berfikir positif dalam memandang segala permasalahan dan tentunya dengan tidak henti-hentinya berikhtiar.
Saat tak paham maksud Allah maka percayalah dan yakinlah. Saat tertekan oleh kekecewaan justru bersyukurlah. Saat rencana hidup berantakan maka berserahlah. Saat putus asa melingkupi, tetaplah maju dan melangkah teguh.! Sesungguhnya Allah sedang mengajari kita tentang bagaimana menjadi hamba yang kuat dan sholeh dalam waktu apapun.
 

Rabu, 23 April 2014

PSIKOANALISIS CARL GUSTAV JUNG (MAKALAH)




I.             PENDAHULUAN
Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil dan meninggal pada tanggal 6 Juni 1961 di Kusnacht, Swiss. Ia lulus dari fakultas kedokteran universitas Basle pada tahun 1900. Tahun 1906 ia mulai tulis menulis surat dengan Freud hingga tahun 1913. Tahun 1907 pertemuan pertama dengan Freud yang terjadi di Wina membuat tali persaudaraan antara mereka. Freud begitu menaruh kepercayaan pada Jung, sehingga Jung dianggap sebagai seorang yang patut menggantikan Freud di kemudian hari.
Jung terkenal dengan pengetahuannya tentang simbolisme dalam tradisi mistik, seperti Gnostisisme, Alkemi, Kabala dan tradisi-tradisi serupa dalam agama Hindu dan Buddha. Ia adalah orang yang bisa mengetahui sisi alam bawah sadar yang memperlihatkan diri dalam wujud-wujud simbolik.
Berbeda dengan teori Freud tentang kepribadian yang lebih bersifat mekanistis dan berdasar ilmu alam, konsep analitis Jung mengenai kepribadian menunjukkan usahanya untuk menginterpestasikan tingkah laku manusia dari sudut filsafat, agama dan mistik.
 Sebagai penulis, Jung sangat produktif. Tulisannya banyak dan bidang orientasinya luas, sedang pendapatnya selalu berkembang. Oleh karena itulah maka teori Jung sebagai kesatuan tidak mudah dipahami. Bila disederhanakan, teori tersebut dapat dimengerti dalam rangka struktur, dinamika, serta perkembangan kepribadian (psyche).

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana struktur kepribadian menurut Carl Gustav Jung?
B.     Bagaimana dinamika kepribadian menurut Carl Gustav Jung?
C.     Bagaimana perkembangan kepribadian menurut Carl Gustav Jung?





III.       PEMBAHASAN
A.    Struktur Kepribadian (Psyche)
 Yang dimaksud dengan psyche ialah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Namun, tidak seperti Freud, Jung menegaskan bahwa kebanyakan porsi terpenting alam bawha sadar bermuara bukan dari pengalaman-pengalaman pribadi individual namun dari eksistensi manusia yang jauh di masa lalu, sebuah konsep yang disebut Jung sebagai alam bawah sadar kolektif. Jadi bagi Jung, alam bawah sadar dan alam bawah sadar personal tidak begitu diprioritaskan. Menurut Jung, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu:
1. Alam sadar (kesadaran)
2. Alam tidak sadar (ketidaksadaran)
Fungsi keduanya adalah penyesuaian. Alam sadar sebagai penyesuaian terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar sebagai penyesuaian terhadap dunia dalam. Batas antara kedua alam itu tidak tetap, dapat berubah. Maksudnya, luas daerah kesadaran atau ketidaksadarn itu dapat bertambah atau berkurang. Dalam kenyataannya, daerah kesadaran itu hanya merupakan sebagian kecil saja dari alam kejiwaan.
1.        Struktur Alam Sadar (kesadaran)
Kesadaran adalah pusat dari ego yang terdiri dari ingatan, pikiran dan perasaan.[1] Ego inilah yang memberi petunjuk bagaimana individu berperilaku. Ego berisi persepsi-persepsi dan perasaan-perasaan sadar.Ada dua komponen pokok kesadaran, yaitu sebagai berikut.
a.       Sikap Jiwa
Jung mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk berinteraksi atau bereaksi ke arah yang khas.[2] Jung melihat bahwa orang memiliki sikap yang terintrovesi sekaligus terekstraversi.
Ø  Introversi
Menurut Jung, introversi adalah membalikkan energi psikis ke dalam sebuah orientasi terhadap subjektivitas. Orang yang introver selalu mendengarkan dunia batin mereka dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang terinduvidualisasikan. Segala yang dilakukannya didasarkan pada pandangan subjektif mereka.
Ø  Ekstraversi
Berlawanan dengan introversi, ekstraversi adalah sikap yang mengarahkan energi psikis keluar sehingga seseorang diorientasikan menuju sesuatu yang objektif dan menjauh dari sikap yang subjektif. Orang yang ekstrover lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka daripada dunia batin mereka sendiri.
Tidak semua manusia intorver total atau ekstrover total. Seorang introver mirip jungkat-jungkit yang tidak seimbang karena lebih berat pada sisi introver dan lebih ringan sisi ekstrover, begitu pun sebaliknya. Sementara orang yang sehat secara psikologis mencapai keseimbangan pada dua sikap ini.
Freud secara pribadi merupakan seorang yang introver selalu menyesuaikan diri dengan mimpi-mimpi dan kehidupan fantasinya dalam kesendirian. Namun Jung melihat bahwa teori Freud bersifat ektrover karena dia mereduksi pengalaman-pengalaman manusia hanya kepada dunia eksternal seks dan agresi. Jung, tentunya, melihat terorinya sendiri sebagai teori yang seimbang, sanggup menerima baik sisi objektif maupun subjektif.

b.      Fungsi Jiwa
Jung memaksudkan fungsi jiwa sebagai suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi pokok menjadi dua, yakni rasional dan irasional. Rasional bekerja dengan penilaian: pikiran menilai benar-salah, dan perasaan menilai atas dasar menyenangkan-tidak menyenangkan. Sedangkan irrasional semata hanya mendapat pengamatan: pendirian mendapatkan pengamatan dengan sadar-indriah, dan intuisi mendapatkan pengamatan secara tak sadar-naluriah.
Keempat fungsi itu dimiliki oleh manusia, namun biasanya hanya salah satu saja yang paling berkembang. Fungsi yang berkembang itu merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya, jadi ada tipe pemikir, perasa, pendria, dan intuitif.[3]
Ø  Berpikir (Thinking)
Berpikir ialah intelektual logis yang menghasilkan rantai ide-ide. Tipe berpikir bisa bersifat ekstrover atau introver, tergantung sikap dasar seseorang. Orang yang berpikir secara ekstrover sangat mengandalkan pikiran-pikiran konkret, namun mereka bisa juga menggunakan ide-ide abstrak jika ide-ide ini dipancarkan kepada mereka dari luar.
Orang yang berpikir secara introver bereaksi terhadap stimuli eksternal, namun interpretasi mereka mengenai suatu peristiwa lebih diwarnai oleh makna internal yang mereka berikan kepada stimuli tersebut daripada oleh fakta-fakta objektif itu sendiri.
Ø  Perasaan (Feeling)
Jung menggunakan istilah perasaan untuk menggambarkan proses mengevaluasi suatu ide atau peristiwa. Fungsi perasaan harus dibedakan dari emosi. Perasaan adalah pengevaluasian setiap aktivitas sadar, bahkan terhadap hal-hal yang dinilai sebagai sesuatu yang tidak begitu disukai. Kebanyakan evaluasi ini tidak memiliki kandungan emosi, namun mereka sanggup menjadi emosi jika intensitasnya meningkat sampai ke titik penstimulasian perubahan-perubahan fisiologis dalam diri seseorang.
Ø  Pengindraan (Sensing)
Fungsi yang menerima stimuli fisik dan mentransmisikannya ke alam sadar perseptual disebut sensasi atau pengindaraan. Orang yang mengindera secara ekstrover memahami stimuli eksternal secara objektif, kebanyakan sama dengan stimuli yang eksis dalam realitas. Orang yang mengindera secara introver sebagian besar terpengaruh oleh sensai-sensasi subjektif.
Ø  Pengintuisian (Intuiting)
Intuisi melibatkan persepsi yang melampaui kerja kesadaran. Pengintuisian didasarkan pada serangkaian fakta yang menyediakan materi bagi pikiran dan perasaan.
c.       Pesona
Persona ialah sisi kepribadian yang ingin ditunjukkan manusia kepada dunia. Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana seharusnya orang berbuat.[4] Bila orang dapat menyesuaikan diri ke dunia luar dan dunia dalam dengan baik, maka persona itu akan merupakan selubung yang elastis, yang dapat dengan lancar digunakan. Sebaliknya, jika penyesuaian itu tidak baik, maka persona dapat merupakan topeng yang kaku untuk menyembunyikan kelemahannya.
2.        Struktur Ketidaksaran
ketidaksadaran sebagai suatu lapisan psikologi yang mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan manusia. Menurut Jung ketidaksadaran punya dua lapisan yaitu sebagai berikut.
a.       personal uncociousness (ketidaksadaran pribadi)
Personal uncociousness mencakup segala sesuatu yang tidak disadari secara langsung, tapi bisa diusahakan untuk disadari.[5] Ketidaksadaran pribadi adalah alam bawah sadar seperti yang dipahami orang kebanyakan, yaitu mencakup kenangan-kenangan yang dapat dibawa ke alam sadar dengan mudah serta kenangan-kenagan yang ditekan karena alasan-alasan tertentu. Dan pada saat tertentu, ketidaksadaran pribadi ini bisa muncul kembali ke kesadaran dan mempengaruhi tingkah laku.
b.      collective uncociousness (ketidaksadaran kolektif)
Collective uncociousness adalah sistim yang paling berpengaruh terhadap kepribadian dan bekerja sepenuhnya di luar kesadaran orang yang bersangkutan. Sistim ini merupakan pembawaan rasial yang mendasari kepribadian dan merupakan kumpulan pengalaman-pengalaman dari generasi-generasi terdahulu.[6]Contoh ketidaksadaran kolektif adalah pengalaman kreatif para seniman atau musisi di seluruh dunia dari sepanjang masa, pengalaman mistikus dalam seluruh agama, kemiripan dalam mimpi, fantasi, mitologi, dongeng, sastra, atau pengalaman mati suri.
Isi dari ketidaksadaran kolektif menagaktifkan dan memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Alam bawah kolektif bertanggung jawab pada banyak mitos, legenda, dan keyakinan religius manusia. Ketidaksadaran kolektif tentunya tidak disadari. Sehingga akan membuat kita bertanya-tanya mengenai bagaimana orang dapat mengetahui atau menyadari ketidaksadaran tersebut. Ketidaksadaran tersebut diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi ketidaksadaran yang berbentuk gejala dan kompleks, mimpi, dan arketipe.
1)      Gejala dan Kompleks
Kedua hal ini masih dapat disadari. Symptom adalah “gejala dorongan” dari jalannya energi yang normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian maupun kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya yang memberitahu bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, sehingga perlu perluasan ke alam bawah sadar.
Sedangkan yang dimaksud dengan kompleks adalah bagian kejiwaan kerpribadian yang telah terpecah dan lepas dari kontrol kesadaran dan kemudian memiliki kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang kemudian dapat menghambat prestasi bagi alam kesadaran.[7]
2)      Mimpi, Fantasi, dan Khayalan
Mimpi memiliki hukum dan bahasa sendiri. Di dalam mimpi, soal-soal sebab-akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Bagi Jung, mimpi memiliki fungsi konstruktif, yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan dari konflik. Mimpi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadaran kolektif. Selain mimpi, Jung juga mengemukakan pula fantasi dan khayalan sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran.
3)      Arketipe
Arketipe, yaitu kecenderungan-kecenderungan yang universal dan merupakan pembawaan pada manusia yang menyebabkan manusia bertingkah laku dan mengalami hal-hal yang selamanya terulang.[8] Misalnya : kelahiran, kematian, mengahdapi bahya dll.
Konsep archetipe sama dengan insting dalam konsep Freud. Tiga archetipe yang paling penting menurut Jung adalah anima, animus, shadow.
Ø  Anima
Adalah unsur feminim atau unsur kewanitaan, khususnya pada orang laki-laki.[9] Anima biasanya dipersonoifikasikan sebagai gadis kecil, yang spontan sebagai nenek sihir. Anima lebih di asosiasikan dengan kedalaman perasaan dan kekuatan hidup itu sendiri.
Ø  Animus
Adalah unsur maskulin atau unsur laki-laki, khususnya pada wanita.[10] Animus dipersonifikasikan sebagai orang bijak, seorang dukun atau sekawanan pria yang mempunyai kecenderungan sifat logis, rasionalistik dan argumentatif.
Anima dan animus adalah archetipe yang dipakai ketika berkomunikasi dengan alam bawah sadar kolektif dan berperan penting ketika ingin menyelaminya. Anima dan animus juga merupakan archetipe yang paling bertanggung jawab atas kehidupan cinta kita.[11] Misalnya ketika kita jatuh cinta pada pandangan pertama itu berarti kita menemukan seseorang yang bisa mengisi archetipe anima atau animus kita.
Ø  Shadow
Shadow (bayangan) adalah archetipe kebinatangan atau disebut pula sisi jahat manusia.[12] Pada dasarnya, bayangan bersifat amoral-tidak baik, tidak buruk, persis seperti binatang.

Jadi, ego meupakan pusat dan merupakan tempat kontak dengan dunia luar mempunyai tugas untuk mengadakan keseimbangan antara tuntutan dari luar dengan dorongan-dorongan yang datang dari ketidaksadaran pribadi maupun ketidaksadaran kolektif. Dalam tugasnya ini, ego sampai batas-batas tertentu dapat pula mengontrol ketidaksadaran pribadi. Tetapi ego tidak mempunyai kekuatan apapun untuk mempengaruhi ketidaksadaran kolektif, bahkan egolah yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan dari ketidaksadaran kolektif itu.

B.     Dinamika Kepribadian (Psyche)
Menurut Jung menyatakan bahwa kepribadian atau psyche bersifat dinamis dengan gerak yang terus-menerus. Dinamika psyche tersebut disebabkan oleh enerji psikis yang oleh Jung disebut libido. Dalam dinamika psyche terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut[13]

1)        Prinsip oposisi
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara, yaitu : saling bertentangan (oppose), saling mendukung (compensate), dan bergabung mejnadi kesatuan (synthese).
Menurut Jung, prinsip oposisi paling sering terjadi karena kepribadian berisi berbagai kecenderungan konflik. Oposisi juga terjadi antar tipe kepribadian, ekstraversi lawan introversi, pikiran lawan perasaa, dan penginderaan lawan intuisi.

2)        Prinsip kompensasi
Prinsip ini berfungsi untuk menjada agar kepribadian tidak mengalami gangguan. Misalnya bila sikap sadar mengalami frus-trasi, sikap tak sadar akan mengambil alih. Ketika individu tidak dapat mencapai apa yang dipilihnya, dalam tidur sikap tak sadar mengambil alih dan muncullah ekpresi mimpi.




3)        Prinsip penggabungan
Menurut Jung, kepribadian terus-menerus berusaha menyatukan pertentangan-pertentangan yang ada agar tercapai kepribadian yang seimbang dan integral.

C.    Perkembangan Kepribadian (Psyche)
Jung meyakini bahwa kepribadian berkembang lewat serangkaian tahapan yang memuncak pada individualisasi atau realisasi diri. Jung mengelompokkan tahap hidup menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut.
1.        Masa Kanak-kanak
Masa kanak-kanak oleh Jung dibagi menjadi tiga bagian yaitu anarkis, monarkis, dan dualistis. Fase anarkis dicirikan oleh kesadaran yang khas dan sporadis. Pengalaman masa anarkis kadang memasuki kesadaran sebagai imaji-imaji primitif, tidak sanggup diverbalkan secara akurat.
Fase monarkis dicirikan oleh perkembangan ego dan permulaan pemikiran logis dan verbal. Selama waktu ini anak-anak mulai melihat diri mereka secara objektif dan sering menyebut dirinya dengan kata ganti orang ketiga. Sedangkan pada masa dualistis, anak-anak mulai menyebut diri mereka dengan kata ganti orang pertama dan menyadari eksistensi mereka sebagai individu yang berbeda.
2.        Masa Muda
Periode dari masa pubertas ke paruh baya disebut masa muda. Anak muda berjuang meraih kemandirian psikis dan fisik dari orang tua mereka, menemukan belahan jiwanya, membentuk keluarga, dan merebut sebuah tempat di panggung dunia ini.
Menurut Jung, masa muda seharusnya merupakan sebuah periode peningkatan aktivitas, kematangan seksualitas, tumbuhnya pemahaman dan kesadaran bahwa era kanak-kanak yang bebas dari masalah tidak akan kembali lagi. Kesulitan utama yang dihadapi di masa ini ialah menaklukkan kecenderungan alamiah untuk mengandalkan kesadaran sempit masa kanak-kanak agar terhindar dari masalah-masalah yang terus mengganggu seumur hidup.
3.        Masa Paruh Baya
Jung berpendapat, usia paruh baya ialah 35 hingga 40 tahun. Meskipun di usia ini dapat menghadapkan orang-orang paruh baya kepada peningkatan kecemasan, namun hidup paruh baya juga menjadi periode potensial yang menakjubkan. Jika orang-orang paruh baya mempertahankan nilai-nilai sosial dan moral dari hidup mereka sebelumnya, maka mereka menjadi sangat kolot dan fanatik dalam upayanya mempertahankan daya fisik dan ketangkasan mereka. Ketika menemukan bahwa ideal mereka mulai bergeser, mereka bisa berjuang dengan penuh rasa putus asa untuk mempertahankan daya tarik fisik dan ketangkasan mereka.
4.        Usia Senja
Seiring dengan senja kehidupan yang semakin mendekat, manusia mengalami penyusutan kesadaran. Jika di kehidupan sebelumnya manusia takut pada kehidupan, maka di masa ini dan selanjutnya mereka takut pada kematian. Rasa takut pada kematian adalah tujuan hidup di mana hidup hanya dapat dipenuhi saat kematian dilihat dalam terang ini.[14]

IV.       KESIMPULAN
Realisasi diri atau kelahiran kembali secara psikologis, ialah proses untuk menjadi seorang individu atau pribadi seutuhnya. Psikologi analitik pada esensinya merupakan psikologi mengenai hal-hal yang berlawanan, dan realisasi diri adalah proses untuk mengintegrasikan kutub-kutub yang berlawanan dalam satu individu tunggal yang homogen.
Proses menjadi diri sendiri berarti seseorang memiliki semua komponen psikologis yang berfungsi dalam kesatuan, dengan melewati suatu proses yang memanusiakannya. Orang yang melewati proses ini telah mencapai realisasi diri, meminimkan persona, mengenali anima atau animus mereka, dan mencapai kesemibangan antara introversi dan ekstraversi. Selain itu, individu yang merealisasikan diri sudah mengembangkan fungsi psikologis sampai ke tingkat superior, sebuah prestasi yang sangat sulit dicapai.
Realisasi diri sangat jarang dan hanya bisa dicapai oleh orang yang sanggup mengasimilasikan alam bawah sadar mereka ke dalam kepribadian total mereka. Manusia yang merealisasikan dirinya sanggup mengembangkan dunia eksternal maupun internal mereka. Tidak seperti individu yang terganggu secara psikologis, mereka hidup di dunia nyata, dan melakukan konsensi yang dibutuhkan untuk itu.

V.          PENUTUP
Demikianlah, makalah yang kami paparkan serta masih jauh dari kata baik. Oleh sebab itu, masukan dari berbagai pihak sangatlah kami harapkan, untuk memperkaya materi dan memperdalam pemahaman. Tak lupa ucapan ma’af dan terima kasih saya haturkan dengan sepenuh hati kepada semua pihak atas kerjasama di dalam pembuatan maupun penyampaian materi ini. Ihdina al-Shirathal Mustaqim..Wallahu A’lamu Bi al-Shawab.



DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang, 2005.
Boeree, C. George, Personality Theories (Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia), Cet. 2, Jogjakarta: PRISMASOPHIE, 2005.
Sarwoo, Sarlito Wirawan, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Verhaar, Jonh W.M., Identitas Manusia, Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI), 1989



[1]Sarlito Wirawan Sarwoo, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, hal. 188.
[3] Sarlito Wirawan Sarwoo, op.cit., hal. 189-190.
[4] C. George Boeree, Personality Theories (Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia), Cet. 2, Jogjakarta: PRISMASOPHIE, 2005,  hal. 120.
[5] Ibid., hal. 116.
[6]Sarlito Wirawan Sarwito, op.cit, hal. 188.
[7] C. George Boeree, op.cit., hal.127.
[8] Sarlito Wirawan Sarwito,op.cit., hal. 188-189.
[9] Jonh W.M. Verhaar, Identitas Manusia, Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI), 1989, hal. 37.
[10]Ibid.
[11] C. George Boeree, op.cit, hal. 122.
[12]Ibid., hal. 120.
[13] Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang : Penerbit Universitas Muhammadyah Malang, 2005, hal. 65.