I.
PENDAHULUAN
Secara naluriah, manusia selalu berusaha menyandarkan hasrat
kehidupannya kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan absolut. Hal ini
bisa terlihat dalam rentangan sejarah kehidupan mamnusia, baik pada zaman
klasik sampai kepada kondisi kekinian. Pada zaman klasik, manusia banyak
menyandarkan keyakinannya kepada benda-benda yang dinggap sakti, keramat dan
lain sebagainya.[1]
Pada zaman modern, dikarenakan rasionalitas manusia sudah mengalami kemajuan,
kepercayaan seperti ini sudah tidak begitu kental berada ditengah-tengah
masyarakat. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa tanpa adanya ajaran agama
langit yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat, mereka akan berusaha
membentuk sebuah keyakinan berdasarkan kemampuan, pengalaman dan ilmu yang
mereka miliki.
Era modern ini juga ditandai dengan kemajuan di segala
bidang pada kenyataanya malah memanjakan manusia. Kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan membuat manusia menjadi malas dan tidak sehat. Padahal di sisi
kehidupan manusia yang tidak bisa di gantikan dengan mesin. Manusia menjadi
terasing dengan dunianya sendiri, sehingga manusia kehilangan eksistensinya
sebagai manusia yang multi dimensi.[2]
Selama ini manusia modern mementingkan dimensi material
daripada spiritual. Dimensi material ini dijadikan segalanya dalam kehidupan
manusia. Bahkan segala sesuatu seperti kebahagiaan dan kesuksesan hidup yang
sebenarnya lebih terkait dengan psikologi kehidupan pun juga diukur secara
materialistik.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa
pengertian problema kemodernan?
B. Apa
saja problem kemodernan di bidang psikologi?
C. Bagaimana
peran tasawuf dalam mengatasi problem tersebut?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Problema Kemodernan
Mohammed Arkoen dalam melihat
komodernan, menyatakan jika kemodernan yang berasal dari bahasa Latin “Modernus” pertama kali di pakai oleh
dunia Kristen pada tahun 490 sampai 500. Istilah ini digunakan untuk
menunjukkan perpindahan masa Romawi klasik ke masa modern. Kemodernan manusia
di zaman sekarang menurut Arkoen, tidak terlepas dari kemodernan di zaman
kemajuan Islam abad 7 – 12 M dan kemajuan Eropa abad 12 – 15 M. Oleh karena
itu, tidak mustahil jika kemodernan itu bisa saja terjadi di tengah-tengah umat
manusia manapun, termasuk umat Islam, di masa akan datang, walaupun tentu saja
tidak dari titik nol lagi.[3]
Arkoen menjelaskan bahwa kemodernan
memiliki dua sisi : material dan
intelektual/budaya. Sisi material adalah sisi kemodernan yang berada di bingkai
luar dari wujud manusia, sedangkan sisi
intelektual adalah sisi yang mencakup berbagai metode alat analisis dan sikap
intelektual yang memberikan kemampuan untuk lebih memahami kenyataan.[4]
Namun, yang terjadi di realita masyarakat, manusia cenderung mengalami
kemodernan yang tidak sempurna. Kemodernan yang dialami masyarakat, terkadang
hanya terletak pada sisi materialnya saja. Intelektual dan budayanya, rata-rata
masih tradisional, dan terkadang juga primitif.
Kemodernan sesungguhnya, adalah
kombinasi antara dua sisi tadi, yakni modern materialnya dan modern
intelektualnya. Intelektual akan sulit menjadi modern tanpa adanya kemodernan
material/alat. Begitu juga sebaliknya, kemodernan material akan sulit terjadi
jika tidak ada faktor pendukung lain, yakni intelektual.
Sebagian masyarakat menganggap jika
modernisasi, merupakan perjuangan mencapai taraf hidup yang lebih tinggi atau
lebih makmur dari sebelumnya. Mereka berpandangan jika kemakmuran material
mempunyai akibat pada bidang-bidang non ekonomi seperti sosial, politik,
pertahanan, dan bidang-bidang lainnya. Sebaliknya, kemunduran ekonomi akan
mengalami kemunduran di aspek lainnya. Dan mereka (sebagian masyarakat) non
Barat melakukan modernisasi di segala aspek kehidupan.
Kemudian, zaman modern ditandai
dengan adanya arus globalisasi yang tidak terhindarkan mengakibatkan dunia
terbentuk menjadi sebuah desa global (global village) yang ditandai dengan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak ada batas jarak,
ruang, dan waktu.
Arus globalisasi sebagaimana tampak
sekarang ditandai oleh proses reformasi informasi dan cara kerja manusia.
Seperti beralihnya pekerjaan kantor dan pabrik yang terpusat (sentralisasi)
kepada pekerjaan di rumah-rumah di depan komputer, internet dan sebagainya (desentralisasi).
Keadaan ini menimbulkan efek negatif dimana manusia berada dalam kondisi
terisolasi dan terasing dari norma-norma yang ada dalam masyarakat, baik agama
maupun sosial. Gejala-gejala ini umumnya terjadi di perkotaan, dan sudah mulai
pula merambah wilayah pedesaan.
Ketika inovasi teknologi mempunyai
tempat penting dalam masyarakat, inovasi juga membawa gaya hidup yang
membahayakan. Pola-pola aktivitas manusia sebagian besar berkutat disekitar
wacana. Mungkin wacana berfungsi sebagai medium penting dalam hubungan yang
dijalin. Karena wacana berada dalam pasar terbuka, yang ditandai oleh kekacauan
dan perubahan yang menyebar dengan cepat. Maka pola-pola tindakan manusia itu
akan terus terjadi selamanya.
Sebenarnya zaman modern ditandai
dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu:
a.
Penggunaan teknologi dalam berbagai
aspek kehidupan manusia
b.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia.[5]
B. Problem-problem
Kemodernan di Bidang Psikologi
Manusia
modern adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai
teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Semestinya manusia
modern lebih bijak dan arif dengan kecerdasan dan teknologi, akan tetapi dalam
kenyataanya banyak manusia yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibanding
kemajuan teknologi yang dicapainya. Akibat dari tidak keseimbangan ini kemudian
menimbulkan gangguan kejiwaan.
Salah satu derita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan
makna seperti ‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil
keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai
gejala keterasingan alienasi[6],
yang disebabkan oleh:
a.
Perubahan
sosial yang berlangsung cepat
b.
Hubungan
hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang
c.
Lembaga
tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional
d.
Masyarakat
yang homogen sudah berubah menjadi heterogen
e.
Stabilitas
sosial berubah menjadi mobilitas sosial.[7]
Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin
melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia
melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain sampai ia lupa kehendak
sendiri.
Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat problema moderinitas yang telah disebutkan maka manusia
modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain:
a. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern
bersumber dari hilangnya makna hidup. Sebagaimana fitrah manusia memiliki
kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki seseorang manakala ia memiliki
kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan telah mengerjakan
sesuatu yang bermakna untuk orang lain.[8]
Sebagai contoh para pejuang yang memiliki
dedikasi tinggi untuk apa yang ia perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan
korban jiwa sekalipun. Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan
orang lain tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri bukan untuk
memuaskan orang lain.
Adapun manusia modern justru tidak memiliki makna
hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Segala yang dilakukannya
adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial, sedangkan tuntutan sosial
belum tentu berprinsip yang mulia. Sehingga ia diperbudak untuk melayani
perubahan. Karena merasa hidupnya tidak bermakna, tidak ada dedikasi dalam
perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan.
b. Kesepian
Sebagai akibat dari hubungan manusia yang
gersang, di kalangan masyrakat modern yang tidak lagi tulus dan hangat. Manusia
modern ini merasa sepi, meski ia berada ditengah keramaian. Ini disebabkan
karena semua manusia modern menggukan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah
kepribadiannya.
c. Kebosanan
Karena hidup tidak lagi bermakna, dan hubungan
dengan manusia lain terasa hambar krena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan
yang selalu menganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan
gangguan kejiawaan yang berupa kebosanan.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan
akhirnya membuat bosan, bosan kepada kepura-puraan, kepada kepalsuan, akan
tetapi tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan tersebut.
d. Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita
berkepanjangan menyebabkan seorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan.
Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini seseorang tidak mampu berfikir
jauh. Maka yang terjadi mudah sekali diajak atau dipengaruhi untuk melakukan
hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma moral.
Misalnya terpengaruh dengan obat-obat terlarang.
e. Psikosomatik
Gangguan psikosomatik adalah gangguan jiwa yang
dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif yang sebagian besar
disebabkan oleh permusuhan,depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi.
Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan
(soma).[9] Psikosomatik
adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh factor-faktor kejiwaan dan sosial.
Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal itu dapat menyebabkan
terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya.
Penderita psikosomatik biasanya selalu mengeluh
merasa tidak enak badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa
konsentrasi. Wujudd psikosomatik bisa dalam bentuk syndrom, trauma, stress,
ketergantungan pada obat penenang/alkohol/narkotika atau perilaku menyimpang.[10]
Jadi, psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit
gabungan fisik dan mental. Yang sakit sebetulnya jiwanya tapi menjelma dalam
bentuk sakit fisik.
C. Peran Tasawuf dalam Menghadapi
Problema Psikologis
Konsep tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia, dalam ajaran
tasawuf mempunyai peluang untuk mengaktualisasikan potensi dasar tersebut.
Dengan kehendak bebasnya manusia diberi kebebasan untuk memilih maju atau
mundur, dimna pilihan ini lah yang dapat merubah kondisi psikologis manusia.
Sebagaimana firman Allah Swt. pada surat Ar-Ra’d ayat 11, yang berbunyi:
وَإِذَا بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّى
بِقَوْمٍ مَا يُغَيِّرُ لا اللَّهَ
إِنَّ…
• وَالٍ مِنْ دُونِهِ
مِنْ لَهُمْ وَمَا لَهُ مَرَدَّ
فَلا سُوءًا بِقَوْمٍ اللَّهُ أَرَادَ
Artinya:
“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum, sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang menolaknya, dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Sudah
sejak awal bahwa tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarrub
ila Allah). Akan tetapi, ini menunjukkan betapa kita pada saat ini masih
jauh dari-Nya, karena kita sekarang hidup di perantauan jauh dari asal dan
tempat kembali kita yang sejati.
Tasawuf
bukan hanya menyadarkan kita akan keterpisahan dari sumber dan tempat kembali kita yang sejati. Tetapi juga
sekaligus menjelaskan kepada kita dari mana kita berasal dan kemana kita akan
kembali. Dengan demikian tasawuf memberi kita arah dalam hidup kita.
Dari
ajaran para sufi, kita jadi paham bahwa manusia itu bukan hanya makhluk fisik,
tetapi juga makhluk spiritual, di samping fisiknya, yang memiliki asal-usul
spiritualnya pada Tuhan. Dengan menyadari betapa manusia itu juga makhluk
spiritual, maka lebih mungkin kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang
dalam memperlakukan diri kita. Dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan
dan kesehatan jiwa.[11]
Dalam
menjawab problema psikologis, tasawuf mengajarkan tentang hidup bahagia. Hidup
bahagia haruslah hidup sehat, karena orang yang tidak sehat alias sakit mungkin
sekali tidak bahagia. Hidup sehat meliputi fisik dan jiwa.
1.
Kesehatan
Fisik
Kesehatan fisik dalam ajaran tasawuf tergantung
pada makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dikonsumsi harus sehat dan
halal. Makanan dan minuman yang tidak sehat dapat menimbulkan penyakit, dan
yang haram dapat mendorong kepada pembentukan karakter yang buruk merupakan
cermin jiwa yang tidak sehat.[12]
Makanan haram bukan hanya babi dan minuman yang
haram. Tetapi juga penghasilan yang diperoleh dengan cara haram, seperti hasil
curian dan korupsi.
Selain sehat dan halal, dalam tasawuf makanan
dianjurkan lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan, serta sebaiknya tidak
terlalu banyak mengkonsumsi daging, karena daging dapat membentuk karakter yang
keras, padahal kita dianjurkan bersikap lemah lembut kepada sesama makhluk
lainnya.[13]
Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan juga
sejalan dengan gerakan kembali ke alam (back to nature).
2.
Kesehatan
Jiwa
Selain makanan dan minuman, ibadah seperti
shalat, puasa dan dzikir juga ikut berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun
jiwa. Shalat selain untuk beribadah ataupun melatih jiwa juga terdiri atas
beberapa posisi tubuh yang masing-masing berdampak positif bagi kesehatan.
Misalnya sujud, dengan posisi ini lutut yang
membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot-otot perut berkembang dan mencegah
timbulnya kegembyoran di bagian tengah, menambah aliran darah ke bagian
atas tubuh terutama kepala (termasuk mata, telinga dan hidung) dan juga
paru-paru.
Selain shalat, puasa juga mengandung manfaat bagi
kesehatan. Puasa adalah berpantang dari makanan, minuman dan berhubungan seks
mulai dari waktu imsak sampai maghrib.
Dengan berpuasa, maka fungsi-fungsi tubuh
diistirahatkan dan diberi peluang untuk segar kembali. Selama berpuasa kegiatan
yang biasa dalam pencernaan dikurangi, sehingga memungkinkan tubuh untuk
mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna serta memperbaiki kerusakan akibat
kesalahan pola makan yang berlangsung lama.
Ibadah lain yang berdampak positif terhadap kesehatan
adzikir. Dzikir berarti mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan
mengulang-ngulang salah satu namanya atau kalimat keagungannya.[14]
Dengan dzikir, pikiran dan perasaan dapat menjadi
tenang, sehingga orang akan hidup sehat, terhindar dari penyakit-penyakit yang
biasa timbul dari gangguan jiwa, seperti stress.
Dzikir juga akan membentuk akselerasi mulai dari
renungan, sikap, aktualisasi sampai memperhatikan alam. Dzikir berfungsi untuk
memantapkan hati, energi akhlak, terhindar dari bahaya dan terapi jiwa yang
semua fungsi tersebut sangat diperlukan oleh manusia sekarang ini yang
cenderung sekuler.
IV.
KESIMPULAN
Zaman modern
ditandai dengan adanya arus globalisasi yang tidak terhindarkan mengakibatkan
dunia terbentuk menjadi sebuah desa global (global village) yang ditandai
dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak ada batas
jarak, ruang, dan waktu. Dari itulah akan menimbulkan efek negatif dimana
manusia berada dalam kondisi terisolasi dan terasing dari norma-norma yang ada
dalam masyarakat, baik agama maupun sosial.
Salah satu
derita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan makna seperti
‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia
tidak tahu apa yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan
alienasi. Dan derita ini bisa
menyebabkan gangguan kejiwaan atau gangguan psikologis seperti: Kecemasan,
Kesepian, Kebosanan, Perilaku Menyimpang dan Psikosomatik.
Maka dari itu tasawuf
sangat berperan penting dalam mengatasi problem psikologis yang terjadi di era
modern ini, yang sudah kehilangan makna yang disebut
keterasingan (alienasi) yang disebabkan oleh: Perubahan sosial yang berlangsung
cepat, Hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang, Lembaga
tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, Masyarakat yang homogen
sudah berubah menjadi heterogen, Stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.
Dari
problem tersebut, tasawuf menawarkan agar manusia modern kembali pada yang
sejati, sebagai fitrah manusia sejak lahir yang dibekali nilai-nilai rohani
atau spiritual dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan dan kesehatan
jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/
di unduh pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html
di unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
Kartanegara, Mulyadhi, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Madjid, Nurcholis, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, Jakarta:
IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002.
Meuleman,
Johan Hendrik, Tradisi, Kemodernan dan
Metamodernisme: Memperbincangkan Kembali Pemikiran Mohammed Arkoen, Yogyakarta:
LkiS, 1996.
Nasution, Harun, Islam
ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985.
Suratman, Junizar, Spiritualitas dan Radikalisme dalam Perspektif Filsafat Agama,
Padang: Puslit Press, 2011.
Tebba, Sudirman, Tasawuf
Positisf, Bogor: Kencana, 2003.
[1]
Dalam kajian antropologi Manusia, ada beberapa kepercayaan sebagai bentuk
pelampiasan hasrat bertuhannya manusia.
Kepercayaan tersebut dikelompokkan pada beberapa kelompok yaitu : (1)
Dinamisme, yaitu agama pada masyarakat primitif yang percaya keapada kekuatan
(magic) yang terdapat pada benda-benda yang di anggap keramat, (2) Animisme,
yaitu kepercayaan kepada roh-roh, (3) politeisme, yaitu kepercayaan kepada
dewa-dewa. Ketiga kelompok agama ini digolongkan kepada agama yang dianut oleh
masyarakat primitif. Lihat: Junizar Suratman, Spiritualitas dan Radikalisme dalam Perspektif Filsafat Agama,
Padang: Puslit Press, 2011, hal. 12-13.
[2]
Pada dasarnya manusia mempunyai dua dimensi yaitu rohani dan jasmani. Tubuh
(jasmani) manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan meteriil.
Sedangkan rohani manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spiritual.
Lihat: Harun Nasution, Islam ditinjau
dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 30.
[3] Johan
Hendrik Meuleman, Tradisi, Kemodernan dan
Metamodernisme : Memperbincangkan Kembali Pemikiran Mohammed Arkoen,
Yogyakarta: LkiS, 1996, hal. 100.
[4] Ibid., hal. 105.
[5]
Nurcholis Madjid, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf
Positif, Jakarta: IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002, hal. 167.
[6]
Konsep alienasi atau keterasingan yang lahir dari pemikiran Karl Marx adalah
muncul akibat adanya kapitalisme yang mengguncang Eropa pasca revolusi
industri. Alienisasi adalah hasil dari eksploitasi Kapitalisme terhadap buruh
dengan mengartikanya sebagai modal. Alienasi atau Keterasingan terjadi jika
semakin banyaknya modal terkumpul untuk Kapitalis, dan semakin miskin pula si
Buruh akibat dari hasil eksploitasi si kapitalis.
Lihat: http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html
di unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
[7]
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 168-169.
[8]
Ibid., hal. 171.
[9]
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/
di unduh pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
[10]
Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 174.
[11]
Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2006, hal. 272.
[12]
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003, hal. 29.
[13] Ibid.,
hal. 30.
[14] Ibid.,
hal. 39.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar