Kamis, 03 Juli 2014

TASAWUF DAN PROBLEMA KEMODERNAN (STUDI BIDANG PSIKOLOGIS)



I.             PENDAHULUAN
Secara naluriah, manusia selalu berusaha menyandarkan hasrat kehidupannya kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan absolut. Hal ini bisa terlihat dalam rentangan sejarah kehidupan mamnusia, baik pada zaman klasik sampai kepada kondisi kekinian. Pada zaman klasik, manusia banyak menyandarkan keyakinannya kepada benda-benda yang dinggap sakti, keramat dan lain sebagainya.[1] Pada zaman modern, dikarenakan rasionalitas manusia sudah mengalami kemajuan, kepercayaan seperti ini sudah tidak begitu kental berada ditengah-tengah masyarakat. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa tanpa adanya ajaran agama langit yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat, mereka akan berusaha membentuk sebuah keyakinan berdasarkan kemampuan, pengalaman dan ilmu yang mereka miliki.
Era modern ini juga ditandai dengan kemajuan di segala bidang pada kenyataanya malah memanjakan manusia. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia menjadi malas dan tidak sehat. Padahal di sisi kehidupan manusia yang tidak bisa di gantikan dengan mesin. Manusia menjadi terasing dengan dunianya sendiri, sehingga manusia kehilangan eksistensinya sebagai manusia yang multi dimensi.[2]
Selama ini manusia modern mementingkan dimensi material daripada spiritual. Dimensi material ini dijadikan segalanya dalam kehidupan manusia. Bahkan segala sesuatu seperti kebahagiaan dan kesuksesan hidup yang sebenarnya lebih terkait dengan psikologi kehidupan pun juga diukur secara materialistik.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian problema kemodernan?
B.     Apa saja problem kemodernan di bidang psikologi?
C.     Bagaimana peran tasawuf dalam mengatasi problem tersebut?

III.       PEMBAHASAN
A.    Pengertian Problema Kemodernan
Mohammed Arkoen dalam melihat komodernan, menyatakan jika kemodernan yang berasal dari bahasa Latin “Modernus” pertama kali di pakai oleh dunia Kristen pada tahun 490 sampai 500. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan perpindahan masa Romawi klasik ke masa modern. Kemodernan manusia di zaman sekarang menurut Arkoen, tidak terlepas dari kemodernan di zaman kemajuan Islam abad 7 – 12 M dan kemajuan Eropa abad 12 – 15 M. Oleh karena itu, tidak mustahil jika kemodernan itu bisa saja terjadi di tengah-tengah umat manusia manapun, termasuk umat Islam, di masa akan datang, walaupun tentu saja tidak dari titik nol lagi.[3]
Arkoen menjelaskan bahwa kemodernan memiliki dua sisi : material dan intelektual/budaya. Sisi material adalah sisi kemodernan yang berada di bingkai luar dari  wujud manusia, sedangkan sisi intelektual adalah sisi yang mencakup berbagai metode alat analisis dan sikap intelektual yang memberikan kemampuan untuk lebih memahami kenyataan.[4] Namun, yang terjadi di realita masyarakat, manusia cenderung mengalami kemodernan yang tidak sempurna. Kemodernan yang dialami masyarakat, terkadang hanya terletak pada sisi materialnya saja. Intelektual dan budayanya, rata-rata masih tradisional, dan terkadang juga primitif.
Kemodernan sesungguhnya, adalah kombinasi antara dua sisi tadi, yakni modern materialnya dan modern intelektualnya. Intelektual akan sulit menjadi modern tanpa adanya kemodernan material/alat. Begitu juga sebaliknya, kemodernan material akan sulit terjadi jika tidak ada faktor pendukung lain, yakni intelektual.
Sebagian masyarakat menganggap jika modernisasi, merupakan perjuangan mencapai taraf hidup yang lebih tinggi atau lebih makmur dari sebelumnya. Mereka berpandangan jika kemakmuran material mempunyai akibat pada bidang-bidang non ekonomi seperti sosial, politik, pertahanan, dan bidang-bidang lainnya. Sebaliknya, kemunduran ekonomi akan mengalami kemunduran di aspek lainnya. Dan mereka (sebagian masyarakat) non Barat melakukan modernisasi di segala aspek kehidupan.
Kemudian, zaman modern ditandai dengan adanya arus globalisasi yang tidak terhindarkan mengakibatkan dunia terbentuk menjadi sebuah desa global (global village) yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak ada batas jarak, ruang, dan waktu.
Arus globalisasi sebagaimana tampak sekarang ditandai oleh proses reformasi informasi dan cara kerja manusia. Seperti beralihnya pekerjaan kantor dan pabrik yang terpusat (sentralisasi) kepada pekerjaan di rumah-rumah di depan komputer, internet dan sebagainya (desentralisasi). Keadaan ini menimbulkan efek negatif dimana manusia berada dalam kondisi terisolasi dan terasing dari norma-norma yang ada dalam masyarakat, baik agama maupun sosial. Gejala-gejala ini umumnya terjadi di perkotaan, dan sudah mulai pula merambah wilayah pedesaan.
Ketika inovasi teknologi mempunyai tempat penting dalam masyarakat, inovasi juga membawa gaya hidup yang membahayakan. Pola-pola aktivitas manusia sebagian besar berkutat disekitar wacana. Mungkin wacana berfungsi sebagai medium penting dalam hubungan yang dijalin. Karena wacana berada dalam pasar terbuka, yang ditandai oleh kekacauan dan perubahan yang menyebar dengan cepat. Maka pola-pola tindakan manusia itu akan terus terjadi selamanya.
Sebenarnya zaman modern ditandai dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu:
a.       Penggunaan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia
b.      Berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia.[5]
B.     Problem-problem Kemodernan di Bidang Psikologi
Manusia modern adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Semestinya manusia modern lebih bijak dan arif dengan kecerdasan dan teknologi, akan tetapi dalam kenyataanya banyak manusia yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibanding kemajuan teknologi yang dicapainya. Akibat dari tidak keseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan.
Salah satu derita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan makna seperti ‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan alienasi[6], yang disebabkan oleh:
a.       Perubahan sosial yang berlangsung cepat
b.      Hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang
c.       Lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional
d.      Masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen
e.       Stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.[7]
Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain sampai ia lupa kehendak sendiri.
Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat problema moderinitas yang telah disebutkan maka manusia modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain:
a.      Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern bersumber dari hilangnya makna hidup. Sebagaimana fitrah manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain.[8]
Sebagai contoh para pejuang yang memiliki dedikasi tinggi untuk apa yang ia perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan korban jiwa sekalipun. Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan orang lain tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri bukan untuk memuaskan orang lain.
Adapun manusia modern justru tidak memiliki makna hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Segala yang dilakukannya adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial, sedangkan tuntutan sosial belum tentu berprinsip yang mulia. Sehingga ia diperbudak untuk melayani perubahan. Karena merasa hidupnya tidak bermakna, tidak ada dedikasi dalam perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan.
b.      Kesepian
Sebagai akibat dari hubungan manusia yang gersang, di kalangan masyrakat modern yang tidak lagi tulus dan hangat. Manusia modern ini merasa sepi, meski ia berada ditengah keramaian. Ini disebabkan karena semua manusia modern menggukan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah kepribadiannya.
c.       Kebosanan
Karena hidup tidak lagi bermakna, dan hubungan dengan manusia lain terasa hambar krena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan yang selalu menganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan gangguan kejiawaan yang berupa kebosanan.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan akhirnya membuat bosan, bosan kepada kepura-puraan, kepada kepalsuan, akan tetapi tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan tersebut.
d.      Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita berkepanjangan menyebabkan seorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini seseorang tidak mampu berfikir jauh. Maka yang terjadi mudah sekali diajak atau dipengaruhi untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma moral. Misalnya terpengaruh dengan obat-obat terlarang.
e.       Psikosomatik
Gangguan psikosomatik adalah gangguan jiwa yang dimanifestasikan pada gangguan susunan saraf vegetatif yang sebagian besar disebabkan oleh permusuhan,depresi, dan kecemasan dalam berbagai proporsi. Gangguan ini menggambarkan interaksi yang erat antara jiwa (psycho) dan badan (soma).[9] Psikosomatik adalah gangguan fisik yang disebabkan oleh factor-faktor kejiwaan dan sosial. Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya.
Penderita psikosomatik biasanya selalu mengeluh merasa tidak enak badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa konsentrasi. Wujudd psikosomatik bisa dalam bentuk syndrom, trauma, stress, ketergantungan pada obat penenang/alkohol/narkotika atau perilaku menyimpang.[10]
Jadi, psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit gabungan fisik dan mental. Yang sakit sebetulnya jiwanya tapi menjelma dalam bentuk sakit fisik.

C.    Peran Tasawuf dalam Menghadapi Problema Psikologis
Konsep tentang potensi dasar dan perkembangan jiwa manusia, dalam ajaran tasawuf mempunyai peluang untuk mengaktualisasikan potensi dasar tersebut. Dengan kehendak bebasnya manusia diberi kebebasan untuk memilih maju atau mundur, dimna pilihan ini lah yang dapat merubah kondisi psikologis manusia. Sebagaimana firman Allah Swt. pada surat Ar-Ra’d ayat 11, yang berbunyi:
 وَإِذَا بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّى بِقَوْمٍ مَا يُغَيِّرُ لا اللَّهَ إِنَّ
وَالٍ مِنْ دُونِهِ مِنْ لَهُمْ وَمَا لَهُ مَرَدَّ فَلا سُوءًا بِقَوْمٍ اللَّهُ أَرَادَ
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Sudah sejak awal bahwa tasawuf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarrub ila Allah). Akan tetapi, ini menunjukkan betapa kita pada saat ini masih jauh dari-Nya, karena kita sekarang hidup di perantauan jauh dari asal dan tempat kembali kita yang sejati.
Tasawuf bukan hanya menyadarkan kita akan keterpisahan dari sumber dan  tempat kembali kita yang sejati. Tetapi juga sekaligus menjelaskan kepada kita dari mana kita berasal dan kemana kita akan kembali. Dengan demikian tasawuf memberi kita arah dalam hidup kita.
Dari ajaran para sufi, kita jadi paham bahwa manusia itu bukan hanya makhluk fisik, tetapi juga makhluk spiritual, di samping fisiknya, yang memiliki asal-usul spiritualnya pada Tuhan. Dengan menyadari betapa manusia itu juga makhluk spiritual, maka lebih mungkin kita akan bertindak lebih bijak dan seimbang dalam memperlakukan diri kita. Dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan dan kesehatan jiwa.[11]
Dalam menjawab problema psikologis, tasawuf mengajarkan tentang hidup bahagia. Hidup bahagia haruslah hidup sehat, karena orang yang tidak sehat alias sakit mungkin sekali tidak bahagia. Hidup sehat meliputi fisik dan jiwa.

1.      Kesehatan Fisik
Kesehatan fisik dalam ajaran tasawuf tergantung pada makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang dikonsumsi harus sehat dan halal. Makanan dan minuman yang tidak sehat dapat menimbulkan penyakit, dan yang haram dapat mendorong kepada pembentukan karakter yang buruk merupakan cermin jiwa yang tidak sehat.[12]
Makanan haram bukan hanya babi dan minuman yang haram. Tetapi juga penghasilan yang diperoleh dengan cara haram, seperti hasil curian dan korupsi.
Selain sehat dan halal, dalam tasawuf makanan dianjurkan lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan, serta sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi daging, karena daging dapat membentuk karakter yang keras, padahal kita dianjurkan bersikap lemah lembut kepada sesama makhluk lainnya.[13]
Mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan juga sejalan dengan gerakan kembali ke alam (back to nature).
2.      Kesehatan Jiwa
Selain makanan dan minuman, ibadah seperti shalat, puasa dan dzikir juga ikut berpengaruh terhadap kesehatan fisik maupun jiwa. Shalat selain untuk beribadah ataupun melatih jiwa juga terdiri atas beberapa posisi tubuh yang masing-masing berdampak positif bagi kesehatan.
Misalnya sujud, dengan posisi ini lutut yang membentuk sudut yang tepat memungkinkan otot-otot perut berkembang dan mencegah timbulnya kegembyoran di bagian tengah, menambah aliran darah ke bagian atas tubuh terutama kepala (termasuk mata, telinga dan hidung) dan juga paru-paru.
Selain shalat, puasa juga mengandung manfaat bagi kesehatan. Puasa adalah berpantang dari makanan, minuman dan berhubungan seks mulai dari waktu imsak sampai maghrib.
Dengan berpuasa, maka fungsi-fungsi tubuh diistirahatkan dan diberi peluang untuk segar kembali. Selama berpuasa kegiatan yang biasa dalam pencernaan dikurangi, sehingga memungkinkan tubuh untuk mengeluarkan bahan-bahan yang tidak berguna serta memperbaiki kerusakan akibat kesalahan pola makan yang berlangsung lama.
Ibadah lain yang berdampak positif terhadap kesehatan adzikir. Dzikir berarti mengingat, menyebut atau mengagungkan Allah dengan mengulang-ngulang salah satu namanya atau kalimat keagungannya.[14]
Dengan dzikir, pikiran dan perasaan dapat menjadi tenang, sehingga orang akan hidup sehat, terhindar dari penyakit-penyakit yang biasa timbul dari gangguan jiwa, seperti stress.
Dzikir juga akan membentuk akselerasi mulai dari renungan, sikap, aktualisasi sampai memperhatikan alam. Dzikir berfungsi untuk memantapkan hati, energi akhlak, terhindar dari bahaya dan terapi jiwa yang semua fungsi tersebut sangat diperlukan oleh manusia sekarang ini yang cenderung sekuler.


IV.       KESIMPULAN
Zaman modern ditandai dengan adanya arus globalisasi yang tidak terhindarkan mengakibatkan dunia terbentuk menjadi sebuah desa global (global village) yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Hampir tidak ada batas jarak, ruang, dan waktu. Dari itulah akan menimbulkan efek negatif dimana manusia berada dalam kondisi terisolasi dan terasing dari norma-norma yang ada dalam masyarakat, baik agama maupun sosial.
Salah satu derita manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan makna seperti ‘manusia dalam kerangkeng’. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan alienasi. Dan derita ini bisa menyebabkan gangguan kejiwaan atau gangguan psikologis seperti: Kecemasan, Kesepian, Kebosanan, Perilaku Menyimpang dan Psikosomatik.
Maka dari itu tasawuf sangat berperan penting dalam mengatasi problem psikologis yang terjadi di era modern ini, yang sudah kehilangan makna yang disebut keterasingan (alienasi) yang disebabkan oleh: Perubahan sosial yang berlangsung cepat, Hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi yang gersang, Lembaga tradisional sudah berubah menjadi lembaga rasional, Masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, Stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.
Dari problem tersebut, tasawuf menawarkan agar manusia modern kembali pada yang sejati, sebagai fitrah manusia sejak lahir yang dibekali nilai-nilai rohani atau spiritual dengan memperhatikan kesejahteraan, kebersihan dan kesehatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/11/gangguan-psikosomatik/ di unduh pada pukul 22.15 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
Kartanegara, Mulyadhi, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006.
Madjid, Nurcholis, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002.
Meuleman, Johan Hendrik, Tradisi, Kemodernan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Kembali Pemikiran Mohammed Arkoen, Yogyakarta: LkiS, 1996.
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985.
Suratman, Junizar, Spiritualitas dan Radikalisme dalam Perspektif Filsafat Agama, Padang: Puslit Press, 2011.
Tebba, Sudirman, Tasawuf Positisf, Bogor: Kencana, 2003.


[1] Dalam kajian antropologi Manusia, ada beberapa kepercayaan sebagai bentuk pelampiasan hasrat bertuhannya manusia.  Kepercayaan tersebut dikelompokkan pada beberapa kelompok yaitu : (1) Dinamisme, yaitu agama pada masyarakat primitif yang percaya keapada kekuatan (magic) yang terdapat pada benda-benda yang di anggap keramat, (2) Animisme, yaitu kepercayaan kepada roh-roh, (3) politeisme, yaitu kepercayaan kepada dewa-dewa. Ketiga kelompok agama ini digolongkan kepada agama yang dianut oleh masyarakat primitif. Lihat: Junizar Suratman, Spiritualitas dan Radikalisme dalam Perspektif Filsafat Agama, Padang: Puslit Press, 2011, hal. 12-13.
[2] Pada dasarnya manusia mempunyai dua dimensi yaitu rohani dan jasmani. Tubuh (jasmani) manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan meteriil. Sedangkan rohani manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spiritual. Lihat: Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, Jakarta: UI Press, 1985, hal. 30.
[3] Johan Hendrik Meuleman, Tradisi, Kemodernan dan Metamodernisme : Memperbincangkan Kembali Pemikiran Mohammed Arkoen, Yogyakarta: LkiS, 1996, hal. 100.
[4] Ibid., hal. 105.
[5] Nurcholis Madjid, dkk, Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: IIMaN dan Penerbit Hikmah, 2002, hal. 167.
[6] Konsep alienasi atau keterasingan yang lahir dari pemikiran Karl Marx adalah muncul akibat adanya kapitalisme yang mengguncang Eropa pasca revolusi industri. Alienisasi adalah hasil dari eksploitasi Kapitalisme terhadap buruh dengan mengartikanya sebagai modal. Alienasi atau Keterasingan terjadi jika semakin banyaknya modal terkumpul untuk Kapitalis, dan semakin miskin pula si Buruh akibat dari hasil eksploitasi si kapitalis.
Lihat: http://jannastudi.blogspot.com/2013/10/konsep-alienasi-keterasingan-karl-marx.html di unduh pada pukul 21.36 WIB. Tanggal 14 Mei 2014.
[7] Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 168-169.
[8] Ibid., hal. 171.
[10] Nurcholis Madjid, dkk, op.cit., hal. 174.
[11] Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006, hal. 272.
[12] Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, Bogor: Kencana, 2003, hal. 29.
[13] Ibid., hal. 30.
[14] Ibid., hal. 39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar