BAB KESEBELAS
ADAB MAKAN DAN MINUM
Dianjurkan agar dalam niat makan dapat menambah tenaga dan kekuatan, yang
di dalamnya terkandung makna ta'at kepada Allah Swt. Artinya bahwa makan adalah
bentuk ibadah kepada Allah dengan makanan yang halal, seperti yang akan
dijelaskan di depan. Allah Swt berfirman;
يَاأَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا.
Artinya, "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik,
dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan."
Jika engkau makan dengan niat karena Allah Swt, maka engkau akan
mendahuluinya dengan mencuci tangan,
sebagaimana dalam sabdanya, "Wudhu sebelum makan dapat menolak
kefakiran dan mencegah kegilaan."
Hendaknya makan dengan sufrah (makanan musafir), karena dengan itu dekat
kepada sunnah. Jika Rasulullah Saw menghadapi makanan, beliau meletakkannya di
atas lantai, karena hal tersebut menunjukkan sifat tawadhu. Beliau bersabda, "Aku
tidak makan dengan bersandar, sesungguhnya aku seorang hamba yang makan seperti
makannya seorang hamba ketika makan, dan minum sebagaimana minumnya seorang
hamba."
Kami tidak mengatakan bahwa makanan di atas meja itu terlarang. Dan
tidaklah setiap yang baru itu dilarang. Saat menghadapi makanan yang sudah siap
saji, dianjurkan untuk memperbaiki posisi duduk dan mempertahankan duduknya
hingga akhir. Demikian yang dicontohkan Rasulullah Saw. Sesekali beliau duduk
di atas kedua lututnya, atau duduk di atas kedua punggung telapak kakinya. Di
lain waktu beliau menegakkan kaki kanannya dan duduk di atas kaki kirinya.
Makruh hukumnya makan dan minum dalam posisi tidur dan bersandar kecuali
makanan yang disodorkan kepadanya karena terpaksa, misalnya sakit.
Diperintahkan pula agar tidak terlalu kenyang, karena dengan kenyang maka
berpengaruh kepada (khusyu) dalam beribadah.
Rasulullah Saw bersabda;
مَا مَلَأَ آدِمِيٌ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ, حَسَبَ إِبْنُ آدَمِ لَقِيْمَاتٍ
يُقِمْنَ صَلْبَهُ, فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثُ لِلطَّعَامِ وَثُلُثُ لِلشَّرَابِ
وَثُلُثُ لِلنَّفْسِ.
Artinya, "Manusia tidak akan mengisi wadahnya (perutnya) dengan
sesuatu yang buruk. Cukuplah bagi anak cucu Nabi Adam beberapa suap makan untuk
menegakkan sulbinya (tulang punggung). Jika ia tidak melakukannya, maka
sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk nafas."
Oleh karena itu, hendaknya tidak makan dulu sebelum merasakan lapar. Karena
sesungguhnya, rasa kenyang dapat mengeraskan hati. Berhenti sebelum merasakan
kenyang dan tidak menunggu makanan dan kuah yang enak. Kelezatan makan roti
adalah ketika banyak tangan (orang) yang ikut menikmatinya, baik dari kalangan
keluarga maupun anak-anaknya. Dan sebaik-baik makanan adalah manakala banyak
orang yang ikut makan berjama'ah. Rasulullah Saw tidak pernah makan sendiri. Seperti
yang disebutkan oleh Malik.
Pasal Pertama
Adab Sedang Makan
Ketika makan, dimulai dengan membaca Basmalah dan di setiap menyuap
makanan dan diakhiri dengan membaca Hamdalah. Dianjurkan membaca Basmalah
setiap menyuap makanan sehingga tidak diganggu dari hal-hal buruk dan lengah
dari mengingat Allah Swt. Pada suap yang pertama, membaca Bismillah.
Suap yang kedua membaca Bismillahi Rahman. Suap yang ketiga membaca Bismillahi
Rahman Rahim. Hendaknya membaca dengan agak keras supaya orang lain di
sekitarnya mendengarkan.
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari makanan yang terasa
asin dan diakhiri dengan yang asin pula. Menyuap makanan sedikit demi sedikit,
tapi dibolehkan pula dalam bentuk segenggam tangan. Dianjurkan tidak
menjulurkan tangan (kesana kemari) di hadapan orang lain yang agak jauh untuk
menjangkaunya. Tidak mencela makanan, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah
Saw, bahwa beliau sama sekali tidak pernah mencela makanan, kalau Nabi suka
maka dimakan, sebaliknya jika tidak, maka beliau meninggalkannya.
Dianjurkan makan makanan yang ada didepannya kecuali buah-buahan.
Rasulullah Saw bersabda, "Makanlah apa yang ada didepanmu."
Kemudian, ketika menginginkan buah, beliau menjulurkan tangannya. Nabi Saw
berkata, "Buah-buahan ini tidak hanya satu macam." Selain itu, hendaknya tidak memotong/mengambil
makanan dari bagian tengah, namun dimulai dari pinggir. Tidak memotong roti
maupun daging dengan pisau, karena Nabi melarangnya. Beliau bersabda, "Gigitlah
sekuat-kuatnya."
Tidak meletakkan piring maupun lainnya di atas roti, kecuali alat-alat
makanan. Nabi bersabda, "Hormatilah roti (makanan), karena Allah Swt
menurunkannya sebagai berkah dari langit."
Tidak melap tangannya dengan roti. Beliau bersabda, "Apabila
makanan kalian terjatuh, maka hendaknya dipungut dan kotoran yang melekat pada
makanan tersebut di bersihkan, serta tidak meninggalkanya untuk syaithan."
Hendaknya pula menjilat (makanan pada) jari-jarinya dan tidak meniup-niup
makanan panas karena hal tersebut dilarang.
Dianjurkan makan kurma dengan jumlah yang ganjil dan tidak menyatukan
antara kurma dan bijinya dalam satu tampan.
Adab Minum
Ketika mengambil gelas dengan tangan kanan, lalu membaca Bismillah.
Hendaknya ia minum dengan mengisap, bukan dengan meneguk. Setelah minum, lalu
membaca
الْحَمْدُ
للهِ الَّذِي جَعَلَهُ عُذْبًا فُرَاتًا بِرَحْمَتِهِ وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجُا
بِذُنُوْبِهَا.
Artinya, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan air menjadi
segar dan tawar dengan rahmat-Nya, dan tidak menjadikannya sebagai asin lagi
pahit karena dosa-dosanya."
Setiap kali akan menghidangkan makanan, maka bergeraknya ke arah kanan.
Dianjurkan minum dalam tiga nafas; membaca Hamdalah di akhirnya dan
membaca Bismillah di awalnya.
Setelah selesai makan, hendaknya memungut makanan yang tercecer, lalu
membersihkan sela-sela gigi. Dalam satu pendapat; barang siapa yang menjilat
sisa-sisa makanan pada di piring dan meminum kuahnya, sama dengan memerdekakan
hamba sahaya. Kemudian membaca;
الْحَمِدُ للهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ, وَتَنْزِلُ الْبَرَكَاتُ,
اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْهُ قُوَّةً عَلَى مَعْصِيَتِكَ.
Artinya, "Segala
puji Allah dengan nikmat-Nya telah menyempurnakan (nikmat) bagi orang-orang
shaleh dan berkah diturunkan. Ya Allah, janganlah engkau memberinya kekuatan
dalam hal maksiat."
Kemudian membaca surah al-Kâfirun dan surah al-Ikhlâs.
Hendaknya tidak berdiri sebelum bekas-bekas makanan diangkat. Apabila di tempat
orang lain, dianjurkan mendo'akannya dan berkata;
أَكَلَ طَعَامَكُمْ الْأَبْرَارُ وَأَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ وَصَلَّتْ
عَلَيْكُمْ الْمَلَائِكَةُ.
Artinya, "Orang-orang shaleh telah makan hidanganmu, dan engkau
telah memberi makan bagi orang yang berpuasa, dan para Malaikat bershalawat
untukmu."
Setelah itu, dianjurkan membaca do'a;
الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَكَفَانَا وَأَوَانَا سَيِّدُنَا
وَمَوْلاَنَا.
Artinya, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan, minum,
mencukupkan kebutuhan dan mengadakan tempat tinggal buat kami, Tuhan dan
Pelindung kami."
Kemudian dilanjutkan dengan mencuci tangan dan mulut.
Pasal Kedua
Adab Melapangkan Tempat Bagi Kelompok Yang Baru Datang Untuk Makan
Berjama'ah
Dalam satu jama'ah, hendaknya bersabar melapangkan tempat dan makanan yang
dihidangkan bagi yang lebih tua usianya, kecuali jika posisinya sebagai
pengikut. Berbicara dengan perkataan yang baik-baik dan tetap bersikap ramah.
Tidak bersumpah kepada seseorang. Hasan bin Ali berkata, "Makanan itu
terlalu remeh untuk disumpahi." Tidak mengapa jika ia mengulang
perkataannya tiga kali.
Apabila seseorang menghormatimu dengan menyodorkan bejana (kobokan-cuci
tangan) kepadamu, maka terimalah. Anas bin Malik berada pada satu tempat dengan
Tsâbit al-Banânî, kemudian Anas memberikan satu bejana kepadanya, namun ia
menolak. Anas berkata, "Jika saudaramu menghormatimu (dengan memberikan
sesuatu), maka terimalah penghormatannya dan jangan menolak. Karena dengan
demikian, seseorang menghormati Allah Swt.
Tidak ada salahnya dalam satu bejana beberapa orang berkumpul, dengan kadar
secukupnya (untuk cuci tangan). Dianjurkan untuk mengumpulkan air dengan ukuran
standar pada satu bejana. Rasulullah Saw bersabda, "Berkumpullah dalam
berwudhu, semoga Allah Swt menyatukan kalian."
Dianjurkan, supaya tuan rumah sendiri yang menyodorkan air dalam bejana
tersebut kepada setiap orang yang hadir. Dimulai dari arah kanan hingga
seterusnya. Hendaknya tidak memperbuat sesuatu yang dipandang buruk oleh
jama'ah yang hadir, seperti memandang mereka, mengibaskan tangan dalam bejana
setelah cuci tangan, atau lebih cepat selesai makan dari pada orang lain untuk
menunjukkan bahwa dia makan sedikit. Ja'far bin Muhammad berkata, "Apabila
engkau duduk bersama dengan saudara-saudaramu di meja makan, maka panjangkanlah
dudukmu, karena kesempatan tersebut tidak terhitung dalam umurmu."
Rasulullah Saw bersabda, "Para Malaikat senantiasa bershalawat
kepada seseorang di antara kalian selama hidangannya terletak di hadapannya
hingga diangkat."
Hasan berkata, "Setiap nafkah yang dinafkahkan oleh seseorang untuk
dirinya, kedua ibu bapaknya dan orang-orang lain akan dihitung, kecuali nafkah
seseorang kepada saudara-saudaranya berupa makanan, karena ia menjadi tabir
baginya dari api neraka."
Ali Radhiyallahu 'Anhu Berkata, "Mengumpulkan saudara-saudara untuk
makan bersama satu sha' lebih baik bagiku dari pada membebaskan seorang budak.
Mereka itu apabila berkumpul membaca al-Qur'an, maka mereka tidak akan bubar
sebelum makan."
Dalam satu riwayat, Allah Swt berkata pada hari kiamat ;
يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِي. قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ
أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ
عَبْدِي فُلَانٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ, أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ
ذَلِكَ عِنْدِي.
Artinya, "Wahai anak cucu Nabi Adam, Aku telah memberimu makan,
tapi engkau sendiri tidak memberi-Ku makan. Ditanya: Bagaimana memberi-Mu
makan, padahal Engkau Tuhan semesta alam? Allah menjawab: Apakah engkau tidak
tahu bahwa seorang hambaku Fulan telah meminta kepadamu makan, tapi engkau
tidak memberinya makan. Apakah tidak tahu, jika saja engkau memberinya makan,
maka engkau telah memberi-Ku makan pula."
Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya di surga terdapat
kamar-kamar yang kelihatan bagian luarnya dari dalam, dan bagian dalamnya
nampak dari luar. Allah Swt mempersiapkan bagi siapa yang berbicara lunak,
memberi makan dan shalat malam ketika manusia lelap dalam tidurnya."
Hendaknya tidak mendatangi suatu perjamuan yang tidak mengundangnya. Dalam
satu riwayat, dikatakan bahwa siapa yang mendatangi suatu perjamuan yang tidak
mengundangnya, maka ia berjalan sebagai orang fasik, dan makan makanan yang
haram, kecuali jika tuan rumah mengetahuinya dan mempersilahkan dirinya.
Rasulullah Saw bersama dengan sahabat Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhum
datang ke rumah Abu Hisyam bin Tîhân dan rumah Abu Ayub al-Anshârî untuk makan
karena mereka sedang dalam keadaan lapar. Ketika masuk rumah, mereka tidak
menjumpai tuan rumah. Ketika tuan rumah mengetahui kedatangan (Nabi dan
rombongan), ia dengan senang hati mempersilahkan tamunya untuk menyantap
makanan yang telah disiapkan.
Hendaknya tidak mengusulkan jenis makanan kepada tuan rumah yang bisa jadi
memberatkannya untuk dia usahakan, kecuali jika ia sanggup. Apabila tuan rumah
menawarkan dua macam makanan, maka pilihlah yang ringan dan disenangi oleh tuan
rumah. Sebaliknya tuan rumah berkata, silahkan memilih apa yang kalian senangi.
Dengan seperti itu, di dalamnya terdapat pahala yang besar.
Diriwayatkan dari Jabir Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, "Barang
siapa yang memberi kenikmatan kepada saudaranya dengan makanan yang
disenanginya, maka Allah Swt akan mencatat beribu-ribu kebaikan buatnya. Dan
dihapuskan padanya beribu-ribu keburukan. Akan diangkat beribu-ribu derajat
(baginya), dan Allah Swt akan memberinya makan yang bersumber dari tiga surga,
yaitu surga Firdaus, surga 'Aden dan surga Khuldi."
Hendaknya tidak berkata, "Maukah engkau aku suguhkan makanan?"
Tapi langsung menghidangkan makanan. Apabila ia senang, akan dimakan, jika
tidak suka, maka diangkat. Demikian pendapat al-Tsaurî.
Pasal Ketiga
Adab Menyambut Tamu
Rasulullah Saw bersabda, "Janganlah engkau membebani dirimu dalam
menyambut tamu sehingga engkau membecinya. Sesungguhnya, yang membenci tamu,
Allah membenci Allah. Siapa yang membenci Allah, maka Allah pun
membencinya."
Memenuhi undangan disunnatkan bagi setiap orang, baik miskin maupun kaya.
Dalam beberapa kitab suci, disebutkan ; "Berjalan satu mil, besuklah
orang sakit. Berjalan dua mil, antarlah orang mati. Berjalan tiga mil,
penuhilah undangan."
Rasulullah Saw, bersabda, "Seandainya, aku diundang ke kira',
niscaya aku akan memenuhinya." Kira' adalah daerah yang terletak
bermil-mil jauhnya dari kota Madinah. Nabi Saw pernah berbuka puasa di kampung
tersebut ketika beliau mengunjunginya pada bulan Ramadhan dan menjamak
shalatnya di perjalanan.
Waktu puasa sunnat, berbuka puasa lebih afdhal (saat menerima tamu). Dan
membahagiakan hati seorang tamu lebih baik. Namun, hendaknya tidak memenuhi
undangan jika makanan dan tempat yang mengundangnya mengandung syubhat. Atau,
jika orang yang mengundang adalah fasik, zalim, ahli bid'ah dan orang yang mencari
kesenangan dengan mengundang.
Sebaliknya, disunnatkan menghadiri undangan jika
bermaksud ta'at (kepada Allah), dan tidak untuk mengumbar nafsu. Tidak
meninggalkan rumah tuan rumah sebelum mohon izinnya. Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas, beliau berkata, "Di masa Rasulullah Saw, kami makan, berjalan
dan minum sambil berdiri." Dianjurkan untuk membawa makanan kepada
tuan rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar