Senin, 14 April 2014

AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR (MAKALAH)

MAKALAH AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah: Hadis Dosen pengampu: Bpk. Mundhir, M.Ag Disusunoleh: 1. ROINAL ROIS AL KALIM (124411042) FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan tuntunan yang Allah turunkan kepada para rasul untuk disampaikan kepada umat islam. Kemudian tuntunan tersebut oleh para sahabat diabadikan dalam bentuk tulisan. Dalam islam, tuntunan tersebut tertuang dalam al-Qur’an dan hadits. Allah telah menyatakan bahwa Dia akan merahmati hambanya yang memiliki sifat amar ma’ruf nahi mungkar, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah maha perkasa, Dia akan menguatkan orang-orang yang taat kepadanya karena pada hakikatnya keperkasaan itu adalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mu’min. Sesungguhnya Allah maha bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Risalah Allah ada yang berupa akhbar (berita), ada juga yang berupa insya’ (tuntunan). Akhbar disini menyangkut Zat-Nya dan makhluk-Nya, seperti tauhidullah dan kisah-kisah yang mengandung janji baik dan buruk (wa’ad dan wa’iid). Adapun isya’ adalah perintah (amr), larangan (nahi), dan pembolehan. Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kewajiban setiap manusia dimuka bumi ini. Bahkan, sekalipun ia sendirian ia masih harus melakukan Amar ma’ruf nahi mungkar terhadap dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah: وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌۭ رَّحِيمٌ “ Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. 12:53) Sesungguhnya menyuruh (amar) ialah menuntut dan menginginkan agar berbuat. Sedangkan melarang (nahi) menuntut dan menginginkan agar tidak berbuat. Perintah untuk melakukan yang ma’ruf hendaknya jangan sampai memecah belah umat, sehingga dapat menimbulkan fitnah dan bencana. Sama halnya dengan nahi mungkar, pencegahannyapun jangan sampai mengakibatkan malapetaka. Yang harus diutamakan adalah kemaslahatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Pengertian amar ma’ruf nahi mungkar 2. Perintah amar ma’ruf nahi mungkar 3. Penurunan adzab yang menimpa masyarakat BAB II PEMBAHASAN I. Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Kata al-Ma’ruf didalam al-Qur’an disebutkan sebanyak tigapuluh delapan kata, sedangkan kata al-munkar disebutkan sebanyak enam belas kata. Secara bahasa (etimologi), kata amar mengandung makna menyuruh, ma’ruf berarti kebaikan, sedangkan nahi berarti mencegah, dan mungkar berarti kejahatan. jadi Pengertian amar ma’ruf nahi mungkar secara bahasa yaitu menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan. Secara terminologi kata ma’ruf memiliki pengertian apa saja yang di kenal dan di perintahkan oleh syari’at, serta orang yang melakukannya akan terpuji. Sedangkan pengertian munkar adalah perkara-perkara yang diingkari dan di larang oleh syari’at, serta dicela orang yang melakukannya. Dipandang dari sudut syariah perkataan amar ma’ruf nahi munkar telah menjadi istilah yang merupakan ajaran (doktrin) pokok agama islam, dan merupakan tujuan yang utama. Mengenai hal ini,Abul A’la al-Maududi menjelaskan bahwa tujuan yang utama dari syariat ialah untuk membangun kehidupan manusia atas dasar ma’rufat (kebaikan- kebaikan ) dan membersihkannya dari hal-hal yang munkarat (kejahatan-kejahatan). Lebih jauh, beliau memberikan definisi: ” istilah amar ma’ruf nahi munkar itu menunjukan semua kebaikan-kebaikan dan sifat-sifat yang baik, yang sepanjang massa diterima oleh hati nurani manusia sebagai sesuatu yang baik”. Sebagai salah satu pilar agama Islam, amar ma’ruf tidak bisa dipisahkan dari nahi mungkar. Artinya, dalam perbuatan amar ma’ruf terdapat pengertian mencegah yang mungkar. Jika kebaikan ditegakkan, maka dengan sendirinya yang buruk dapat di cegah. Demikian pula sebaliknya, dalam pengertian nahi mungkar tercakup pengertian amar ma’ruf, karena mencegah kejahatan adalah termasuk kedalam perbuatan baik. Dalammekanisme kehidupan bermasyarakat, amar ma’ruf nahi mungkar sesungguhnya telah tercakup dalam peraturan tata hukum negara, sebagai upaya dalam menciptakan kebaikan dan mencegah keburukan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, mekanisme tersebut sesungguhnya telah terlembaga dalam suatu tatanan Negara hukum. II. Perintah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar Allah telah menyatakan bahwa Dia akan merahmati hamba-Nya yang memiliki sifat amar ma’ruf nahi mungkar, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah maha perkasa, Dia akan menguatkan orang-orang yang taat kepadanya karena pada hakikatnya keperkasaan itu adalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang mu’min. Sesungguhnya Allah maha bijaksana dalam segala perbuatan-Nya. Abu hamid al-ghazali mengatakan: “sesungguhnya amar ma’ruf nahi mungkar merupakan faktor terpenting dalam agama. Bahkan missi kenabian justru untuk menegakan amar ma’ruf nahi mungkar. Jika missi itu tidak dilaksanakan, maka kenabian batal, dan agama akan hancur, negara dan masyarakat menanti kehancurannya, kesesatan dan kebodohan merajalela.” Ibnu taimiyah berkata: “Semua kekuasaan dalam Islam dimaksudkan untuk amar ma’ruf nahi mungkar, baik yang berkenaan dengan kekuasaan besar seperti penggantian kekuasaan maupun yang lebih rendah, seperti penggantian kepolisian, peradilan, kehartabendaan dan keuangan wilayah hisbah, dan lain-lain.” Salah satu kalam Allah dalam al-Qur’anul karim, yang tertuang dalam surat lukman (31): 17, mengisahkan tentang nasihat Luqman kepada putranya, yang berbunyi: يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ “Wahai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah kemungkaran, serta bersabarlah atas musibah yang menimpamu.” (QS. Lukman (31): 17) Pada hakikatnya perintah amar ma’ruf nahi mungkar adalah suatu kewajiban.Sebagian ulama menyepakati wajib kifayah, yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebagian orang maka yang lain tidak berkewajiban mengerjakannya. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyepakati bahwa perintah tersebut adalah wajib ‘ain, sehingga setiap muslim wajib melakukan amar ma’ruf nahi mungkar jikalau dia mempunyai kemampuan untuk melakasanakannya. Kemampuan dalam mencegah kemungkaran diklasifikasikan menjadi tiga, berdasarkan hadits Nabi berikut: عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَيْ مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاْليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَان (رواه مسلم) “Dari Abu Sa’id Al-Khudry ra., ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “ Siapa saja diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu, maka rubahlah dengan lisannya, bila ia tidak mampu rubahlah dengan hatinya, dan itu adalah paling lemahnya iman.” (HR. Muslim) Dalam surat Al-‘Imran ayat 104 dijelaskan, yang berbunyi : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-‘Imran: 104) Setiap orang yang belum mampu mencegah kemungkaran dengan tangan ataupunlisannya, maka tidak dibenarkan melakukan perubahan selain dengan hati. Caranya adalah dengan merasa terhadap kemungkaran tersebut. Orang yang tidakmampu mencegah dengan tangan, hendaknya ia melarang dengan lisan, sekalipun orang yang melakukan kemungkaran tidak mendengar darinya. Ini sama halnya dengan jika ia mengetahui bahwa jika dia mengucapakan salam tidak akan dijawab, namun dia tetap mesti mengucapkan salam. Definisi dari sabda Nabi diatas yang menyatakan: “Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”bukan berarti bahwa orang yang hanya mengingkari kemungkaran dengan hatinya, dapat didevinisikan sebagai orang yang memiliki iman paling lemah. Hal ini karena buah dari iman adalah amal perbuatan nyata. Dan tindakan nyata yang tertinggi dalam persoalan nahi mungkar adalah mencegah dengan tangannya. Jika tindakan tersebut menyebabkan dia mati terbunuh, berarti dia mati syahid. Mengingkari dengan hati mengandung pengertian ketidak relaan terhadap kemungkaran dan ia lebih memilih untuk sibuk berdzikrullah. Allah telah memberikan pujian terhadap orang yang yang melakukan hal itu, sebagaimana firman-Nya: “Jika mereka bertemu dengan orang yang mengerjakan perbuatan yang tidak berfaidah, maka mereka lalui saja dengan tetap menjaga kehormatan diri.” (Al-Furqan(25): 72) Dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak diperkenankan mencari-cari, meneliti, memata-matai, dan berprasangka yang bukan-bukan. Tetapi jika dia menemukan suatu kemungkaran barulah dia mengubahnya. Sebagaimana perkataan Al-Mawardi: “Seseorang tidak berhak melakukan mata-mata terhadap kemungkaran yang hendak dilakukan orang lain), kecuali jika dia mendapatkan informasi dari seseorang yang dapat dipercaya bahwa ada seseorang yang membawa pergi orang lain ketempat yang sunyi dengan maksud untuk membunuhnya atau membawa seorang wanita untuk dizinai. Dalam keadaan seperti ini, dia boleh melakukan tindakan mata-mata, mencari tahu, dan membongkar perbuatan tersebut.” III. Penurunan Azab yang Menimpa Masyarakat Allah tidak akan menurunkan azab dan siksaan kepada suatu umat sebelum mereka diperingatkan dan diberi petunjuk oleh-Nya dengan perantara seorang yang dipilih untuk menjadi utusan dan rasul-Nya. Dalam suatu hadis, diriwayatkan sebagai berikut: عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ أَنَّهُ قَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَائِشَةَ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَالنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَحُذَيْفَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَهَكَذَا رَوَى غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ نَحْوَ حَدِيثِ يَزِيدَ وَرَفَعَهُ بَعْضُهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ وَأَوْقَفَهُ بَعْضُهُمْ (الترمذى: الفتن: 2094) “Dari Abu Bakar Ash shidiq bahwasanya dia berkata, “wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian sudah membaca ayat ini, ‘wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian perhatikan diri kalian sendiri, mereka yang sesat tidak akan menimpa kalian, jika kalian berada diatas petuntuk.’ Dan sungguh, aku telah mendengar rasulullah Saw. bersabda: ‘sesungguhnya, apabila manusia melihat seseorang yang melakukan kedhaliman, namun mereka tidak mencegahnya, atau ragu-ragu, maka allah akan meratakan siksaannya (menimpakan siksaan kepada mereka semua).’” Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin basysyar: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin basysyar; telah menceritakan kepada kami yazid bin harun dari isma’il bin abu Khalid semisalnya. Dalam Al-Maidah ayat 105 tersebut menjelaskan, bahwasanya Allah menyuruh hamba-Nya yang beriman supaya mawas diri, memperbaiki diri, berbuat baik sekuat tenaganya, sebab jika manusia benar-benar menjaga amal perbuatannya jangan sampai berbuat curang, lancang, maka kejahatan orang lain tidak akan membahayakan jika ia sudah menjaga diri. Sebagian ulama’ mengatakan bahwasanya amar ma’ruf nahi munkar hukumnya adalah fardhu kifayah, yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebagian orang maka yang lain tidak berkewajiban mengerjakannya. Seperti contoh penjelasan dari Abdullah r.a. berkata, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Ketika Bani Israil terjerumus dalam perbuatan maksiat, dilarang oleh para ulamanya, tetapi mereka tidak berhenti akhirnya para ulama itu ikut duduk manis dalam majelis mereka, makan minum bersama mereka, maka Allah lalu menutup hati mereka masing-masing dan mengutuk mereka dengan lidah Nabi Dawud dan Isa putra Maryam a.s. Yang demikian itu karena maksiat mereka dan merajalela dalam berbagai pelanggaran. (Ketika itu Nabi SAW. bersandar lalu tegak duduk dan bersabda) Demi Allah jiwaku ada di tangan-Nya, jangan kalian biarkan mereka sehingga kamu kembalikan kepada yang hak dengan kekuatanmu. (HR. Ahmad). Terhadap orang yang melakukan aksi amar ma’ruf nahi mungkar, maka hendaklah dia menyifati dirinya dengan tiga sifat, yaitu amal, kelembutan, dan kesabaran. Maka dari itu sebagai orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar kita harus selalu membandingkan antara kemaslahatan dan kerusakan yang akan terjadi, sebelum kita melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Maksudnya bahwa kita harus selalu membandingkan antara kemaslahatan yang akan menggerakan kita untuk mendapatkan pahala dan penerimaan amal dari Allah dari pada kerusakan yang akan menjauhkan kita dari ketaatan dan keimanan. BAB III KESIMPULAN Dipandang dari sudut syariah perkataan amar ma’ruf nahi munkar telah menjadi istilah yang merupakan ajaran (doktrin) pokok agama islam, dan merupakan tujuan yang utama untuk selalu berbuat kebaikan. Dan sebagai salah satu pilar agama Islam, amar ma’ruf tidak bisa dipisahkan dari nahi mungkar. Artinya, dalam perbuatan amar ma’ruf terdapat pengertian mencegah yang mungkar. Pada dasarnya, amar ma’ruf nahi munkar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dua hal ini bisa di ibaratkan seperti dua sisi dari sekeping mata uang, yang apabila salah satunya tiada, maka sama dengan ketiadaan keduanya. Perintah Nabi SAW. untuk selalu mengamalkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar, mencegah kemungkaran dengan tangan, kalau tidak bisa dengan lisan, kalau masih tidak bisa dengan hati. Untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar hukumnya adalah fardhu kifayah, yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebagian orang, maka gugurlah sudah kewajiban yang lainnya. Dan apabila tidak ada yang melaksanakannya, maka Allah akan menurunkan Azab bagi lingkungan tersebut yang mengetahuinya. PENUTUP Demikian makalah yang dapat kami paparkan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan dari pembaaca sekalian demi kemajuan dan kesempurnaan penyusun makalah- makalah selanjutnya. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin. DAFTAR PUSTAKA Taymiyah, Ibnu. Menuju Umat Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988. Tritisari, Arum . Qur’an Society. Jakarta: Erlangga, 2006. Qumaihah, Jabir. Beroposisi Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani, 1990. ‘Iwad, Ahmad ‘Abduh.Mutiara Hadits Qudsi. Bandung: Mizan Media Utama, 2008. An Nawawi, Imam. Syarah Hadits Arba’in. Niaga Swadaya, t.th Nawawi, Imam. Terjemah Riyadhush Shalihin Jilid 1. Jakarta: Pustaka Amani, t.th _____________Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits.,t.th Bahreisy,Salim dan Bahreisy,Said. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 3. Surabaya: Bina Ilmu. 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar