Rabu, 23 April 2014

MUNCULNYA HADIS MAUDHU’





BAB 1
PENDAHULUAN
            Ditinjau secara bahasa, hadis maudhu’ merupakan bentuk isim maf’ul dari وَضَعُ-وَضَعَ. Kata “وَضَعَ” memiliki beberapa makna, antara lain “menggugurkan”, misalnya kalimat عَنْهُالْجِنَايَةَوَضَعَ (Hakim mengugurkan hukuman dri seseorang). Juga bermakna “meninggalkan”, misalnya ungkapan مَوْضُوْعَةُإِبِلُ (Unta yang ditinggalkan di tempat pengembalaannya). Selain itu juga, mempunyai makna “Mengada-ada dan Membuat-buat”, misalnya kalimat الْقِصَّةَهٰذِهِفُلَانُوَضَعَ (Fulan membuat-buat dan mengada-ngada kisah itu).
            Menurut istilah para muhaditsin hadis maudhu’ adalah sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan ataupun beliau taqrirkan.
            Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa hadis maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir-nya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Dan dalam penggunakan masyarakat Islam, hadis maudhu’ disebut juga hadis palsu.

1.      RUMUSAN MASALAH
A.    gimana sejarah munculnya hadis maudhu’?
B.     apa faktor-faktor penyebab munculnya hadis maudhu’?
C.     apa ciri-ciri hadis maudhu’?
D.    apa hukum membuat dan meriwayatkan hadis-hadis maudhu’?



BAB II
PEMBAHASAN
A. sejarah munculnya hadis maudhu’
            Sejarah masuknya hadis maudhu’ ini merupakan akibat dari keberhasilan dhakwah Islamiyah ke seluruh plosok dunia, yang masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadis-hadis palsu. Pada dasarnya mereka masuk ke agama Islam karena disamping ada yang benar-benar ikhlas tertarik dengan ajaran Islam yang di bawa oleh para da’i, ada juga golongan dari mereka yang dikenal dengan kaum munafik ini, adalah golongan yang menganut agama Islam dikarenakan terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam pada waktu itu.
            Golongan munafik tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap Islam dan penganutnya. Mereka senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati orang-orang Islam.
            Datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Sayyidina Utsman bin Affan (w. 35 H). Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama.[1] Salah seorang tokoh penganut Yahudi yang menyatakan telah memeluk Islam adalah Abdullah bin Saba’, ia adalah tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan.
            Dengan bertopengkan pembelaan kepada Sayyidina Ali dan ahli Bait, ia menjelajah ke segenap plosok untuk menabur fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali (w. 40 H) lebih berhak menjadi kholifah darpada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar (w. 13 H) dan Umar (w. 23 H). Hal itu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi SAW. Lalu, untuk mendukung propaganda tersebut, ia membuat hadis maudhu’ (palsu) yang artinya, “Setiap Nabi itu ada penerima wasiatnya dan penerima wasiatku adalah Ali”.[2]
            Namun, penyebaran hadis maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin kepalsuan suatu hadis. Sebagai contoh, Sayyidina Utsman, ketika beliau mengetahui hadis maudhu’ yang dibuat oleh Ibnu Saba’, beliau mengambil tindakan dengan mengusir Ibnu Saba’ dari Madinah. Begitu juga, yang dilakukan oleh Sayyidina Ali setelah beliau menjadi khalifah.[3]
            Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadis maudhu’ karena ada ancaman yang keras yang dikeluarkan oleh Nabi SAW. terhadap orang yang memalsukan hadis, sebagaimana sabda Nabi SAW., “Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, dia telah menempah tempatnya di dalam neraka.”[4]
            Walaupun begitu, golongan ini terus mencari-cari peluang yang ada, terutama setelah terjadinya pembunuhan Utsman. Kemudian, muncul golongan-golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela atas kematian Utsman, golongan yang mendukung Ali, dan golongan yang tidak memihak kepada golongan kedua. Kemudian untuk memengaruhi orang banyak supaya memihak kepada golongannya masing-masing, orang-orang munafik dari masing-masing golongan tersebut membuat hadis palsu yang menunjukkan kelebihan dan keunggulannya.[5]
            Diriwayatkan oleh Imam Muslim (w. 261 H) dari Tawus (w. 106 H) bahwa pernah suatu ketika dihadapkan Ibnu Abbas (w. 68 H) suatu kitab yang di dalamnya mengandung keputusan-keputusan Ali radhiallahu ‘anhu. Lalu, Ibnu Abbas menhapusnya, kecuali sebagian kecilnya (yang tidak dihapus). Sufyan bin Uyainah (w. 198 H) memperkirakan bagian yang tidak dihapus itu sekitar sehasta.[6]
            Walaupun begitu, tahap penyebaran hadis-hadis maudhu’ pada masa ini masih lebih kecil, karena masih banyaknya tabiin yang menjaga hadis-hadis dan menjelaskan di antara yang lemah dan yang sahih.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA HADIS MAUDHU’
            Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan hadis maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai berikut.
1.      Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan Khalifah
            Pertentangan umat Islam timbul setelah terjadi pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan, bnyak pemberontakan saat kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.
            Umat Islam pada masa itu terpecah belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung kekhalifahan Sayyidina Ali (Syi’ah). Setelah perang siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan pendukung Muawiyyah (w. 60 H).[7]
            Golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, dan golongan Syi’ah dan Rafidhah mereka membuat hadis maudhu’ (palsu) yang paling banyak.
            Hadis maudhu’ yang di buat orang-orang syi’ah adalah untuk keutamaan-keutamaan ‘Ali dan Ahli Bait. Dan juga bertujuan untuk mencela dan menjelek-jelekkan Abu Bakar r.a. dan ‘Umar r.a.
            Contoh hadis maudhu’ yang dibuat oleh golongan Syi’ah adalah,
عِبَادَتِهِفِىعِيْسَىوَإِلَىهَيْبَتِهِفِيْمُوْسَىوَإِلَىحِلْمِهِفِىإِبْرَاهِيْمَوَإِلَىتَقْوَاهُفِىنُوْحِوَإِلَىعِلْمِهِفِىأَدَمَأَرَادَأَيَنْظُرَإِلَىمَنْ
.عَلِيِّإِلَىفَلْيَنْظُرْ
“Barang siapa yang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat Isa tentang Ibadahnya, hendaklah ia melihat Ali.”
2.      Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam
Golongan ini merupakan golongan Zindiq, Yahudi, Masuji, dan Nashrani yang selalu menyimpan dendam  terhadap agama Islam. Golongan ini tidak mampu melawan Islam secara terbuka yang kemudian mereka mengambil jalan yang buruk ini. Membuat  hadis maudhu’ (palsu) dengan jumlah yang besar untuk merusak ajaran Islam.
            Faktor itu merupakan faktor awal munculnya hadis maudhu’. Hal iniberdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam dengan bertopengkan kecintaan kepada Ahli Bait. Sejarah mencatat bahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agam Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadis maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup.[8]
            Tokoh-tokoh yang terkenal yang membuat hadis maudhu’ dari kalangan orang Zindiq ini, adalah:
a.      Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadis maudhu’ tentang hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah;
b.      Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Manshur;
c.       Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin ‘Abdillah.[9]
Khlifah Al-Mahdy dari Dinasti Abbasiyah adalah Kholifah yang sangat keras membasmi gerakan orang-orang Zindiq ini.
            Contoh hadis maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang Zindiq tersebut adalah,
.الْمُشَاةَنِقُوَيُعَاالرُّكْبَانَفِحُيُصَا،أَوْرَقِجَمَلِعَلَىرَبُّنَاعَشِيَّةَلُيَنْزِ
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari, di ‘Arafah dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.”
3.      Mempertahankan Madzhab dalam Masalah Fiqh dan Masalah Kalam
Para pengikut mazhab fiqih dan pengikut ulama kalam, yang bodoh dan dangkal ilmu agamanya, membuat pula hadis-hadis maudhu’ (palsu) bertujuan untuk menguatkan paham pendirian imamnya.
Contoh dari mereka yang fanatik terhadap mazhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat, saat mengangkat kedua tangan di kala shalat.
.لَهُصَلَاةَفَلَاالصَّلَاةِفِىيَدَيْهِرَفَعَمَنْ
“Brrang siapa mengangkat kedua tangannya di dalam shalat, tidak sah shalatnya.”
Dan masih ada hadis maudhu’ yang dibuat oleh golongan mutakallimin mengafirkan orang yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah ciptaan baru (makhluk), yang disandarkan kepada Nabi.
4.      Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri kepada Allah
Mereka membuat hadis-hadis palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadis tarhib wa targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik), dengan cara berlebih-lebihan.[10]
Seperti hadis-hadis yang dibuat Nuh ibn Abi Maryam tentang keutamaan Al-Quran. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab, “saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Quran maka saya membuat hadis-hadis ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-Quran.”[11]
5.      Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah
Mereka membuat hadis palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta.
C. CIRI-CIRI HADIS MAUDHU’
            Para ulama Muhaditsin, di samping membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui sahih, hasan, atau dhaif suatu hadis, merka juga membuat ciri-ciri untuk mengetahui ke-maudhu’-an suatu hadis.
            Ciri-ciri ke-maudhu’-an suatu hadis dapat dilihat pada sanad dan matan.
1.      Ciri-ciri yang Terdapat pada Sanad
a.      Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang yang terpercaya yang meriwayatkan hadis dari dia.[12]
b.      Pengakuan dari si pembuat sendiri,
c.       Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan dari seorang rawi bahwa ia menerima hadis dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun Ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima hadis dari Hisyam Ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “Kapan engkau pergi ke Syam?”. Ma’mun menjawab, “Pada tahun  250 H.” Mendengar itu, Ibnu Hibban berkata, “Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”[13]
d.     Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadis maudhu’.
2.      Ciri-ciri yang terdapat pada Matan
a.      Keburukan Susunan Lafazhnya
Ciri hadis ini akan kita ketahui setelah kita mendalami ilmu Bayan. Dengan mendalaminya kita akan merasakan susunan kata, mana yang mungkin keluar dari mulut Nabi SAW., dan mana yang tidak mungking keluar dari mulut Nabi SAW.
b.      Kerusakan Maknanya
1.      Karena berlawanan dengan akal sehat, contoh hadis :
.رَكْعَتَيْنِبِلْمَقَامِسَبْعًاوَصَلَّتْبِالْبَيْتِطَافَتْنُوْحٍِسَفِيْنَةَإِنَّ
“sesungguhnya bahtera Nuh berthawaf tujuh kali keliling Kabah dan bersembahyang di maqam Ibrahim dua rakaat.”
2.      Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan,
3.      Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, contoh hadis :
شَيْءٍِكُلِّمِنْشِفَاءٌُاَلْبَاذِنْجَانُ
“Buah terong itu penawar bagi segala penyakit.”
4.      Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal terhadap Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluknya.
5.      Kerena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadis yang menerangkan bahwa ‘Auj ibn ‘Unuq mempunyai panjang tiga ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata, “Bawalah aku ke dalam piring mangkukmu ini.” Ketika topan terjadi, air hanya sampai ke tumitnya saja. Kalau mau makan, ia memasukkan tangannya ke dalam laut, lalu membakar ikan yang diambil-nya ke panas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.[14]
6.      Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali,
7.      Bertentangan dengan keterangan Al-Quran, hadis mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah.
Contoh hadis maudhu’ yang maknanya bertentangan dengan Al-Quran adalah,
.أَبْنَاءٍِسَبْعَةِإِلَىالْجَنَّةَالزِّنَالَايَدْخُلُوَلَدُ
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga samapi tujuh turunan.”
Hadis ini bertentangan dengan kandungan Q.S. Al-Am’am (6):164,
164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."
Ayat tersebut menjelaskan  bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau masing-masing memikul dosanya sendiri-sendiri.
8.      Menerangakan suatu pahala  yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap suatu perbuatan yang kecil.
Contohnya, yaitu:
يَسْتَغْفِرُوْنَلُغَةٍأَلْفِسَبْعُوْنَلِسَانٍأَلْفِسَبْعُوْنَئِرًالَهُطَاالْكَلِمَةِتِلْكَمِنْاللهُخَلَقَإِلَّااللهُلَاإِلٰهَقَالَمَنْ
.لَهُ
“Barang siapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallah) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.”[15]

D.HUKUM MEMBUAT DAN MERIWAYATKAN HADIS MAUDHU’
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadis maudhu’ ini dengan sengaja hukumnya haram secara muthlaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadis itu palsu. Adapun mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadis ini adalah palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacakannya), tidak ada dosa atasnya.[16]
            Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkan atau mereka mengamalkan makna hadis tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan  bahwa riwayat atau hadis yang dia ceritakn atau amalkan itu adalah hadis palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.[17]



DAFTAR PUSTAKA
Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj. 2003. Ushul Al-Hadits. Terj. H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Rahman, Fatchur. 1974. Ikhtisar Mushthalah Al-Hadits. Bandung: Al-Maarif.
Wijaya, Utang Ranu. 1996. Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1987. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Solahudin, Muhammad Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.


[1]Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah. Al-Israiliyyat wa Al-Maudhuat fi Kutup At-Tafsir. Hlm. 20.
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4]Al-Imam An-Nawawi. Muqaddimah Shahih Muslim bi Syarh An-Nawawi. Bab Taghliz Al-Kidzb ala Rasulillah Hadis no. 3.
[5]Abdul Fatah Abu Ghudah. Lamhaat Min Tarikh As-Sunnah Wa Ulum Al-Hadits. Hlm.45; Syahbah. op.cit. hlm. 20-21
[6]An-Nawawi. op.cit. hlm. 77.
[7]Muhammad ‘Ajjaj Al-Khathib. Ushul Al-Hadits. Terj. H.M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama. hlm. 353-354.
[8]Syahbah. op.cit. hlm. 20.
[9]Fatchur Rahman. Ikhtisar Musthalahul Hadist. Bandung: Alma’arif. 1974. Hlm. 180-181.
[10]Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1996. Hlm. 193.
[11]M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakrata: Bulan Bintang. 1987. Hlm. 254.
[12]Ibid. hlm. 237.
[13]Ibid. hlm. 238.
[14]Rahman. op.cit. hlm. 170.
[15]Ibid. hlm. 173-174.
[16]M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. Hlm. 187.
[17]Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar